Selasa, 25 Oktober 2016

LAPORAN ACARA ISOLASI DNA PLASMID



BAB 1  PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
 Seiring dengan perkembangan waktu perkembangan semakin meingkat, sehingga dalam hal ini dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang cukup serius seperti perebutan  tempat dan pangan. Perkembangan waktu ini pula mampu mendorong  peradapan dunia dengan teknologi yang semakin berkembang sangat pesat. Segala macam teknologi dapat tercipta  dengan sangat mudah, memberikan pengaruh yang sangat besar untuk perubahan dunia. Salah satu teknologi yang sangat berkembang sangat pesat saat ini, ialah  Bioteknologi yang memanfaatkan bahan –bahan molekuler yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun mampu meberikan perubahan yang sangat luar biasa untuk  kehidupan manusia.
Rekayasa genetika merupakan dari bidang bioteknologi yang juga merupakan  salah satu ilmu terapan dalam  rekayasa  genetik  yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia.  Rekayasa genetika ini memiliki obyek yang sangat luas  dan mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan  tingkat rendah, fungi , hewan tingkat  rendah, tingakt tinggi  hingga tumbuh-tumbuhan. Rekayasa genetika sudah digunakan dalam berbagai bidang kehidupan  seperti bidang kedokteran, farmasi, Ilmu pangan hingga bidang-bidang pertanian  serta peternakan . Rekayasa genetika ini  memiliki manfaat serta peran yang sangat penting dalam kehidupan seperti pembuatan produk-produk bioteknologi .
             Dalam kegiatan rekayasa genetika isolasi plasmid DNA merupakan salah satu hal yang sangat penting, sebelum bakteri disisipi oleh plasmid  rekombinan yang telah tersisipi oleh gen maka perlu disisipkan terlebih dahulu plasmid sebagai vektor, baik sebagai cloning vektor  untuk tujuan perbanyakan  copy dari goi maupun  sebagai expression vektor untuk tujuan ekspresi goi pada sel host.
             Plasmid sendiri memiliki pengertian  sebagai molekul DNA srikuler berukuran relatif kjecil dari luar kromosom  yang terdapat di dalam sel prokariot, khususnya bakteri. Gen-gen yang terdapat didalam plasmid  pada umumnya tidak esensial bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup individu  bakteri, tetapi sering kali menjadi sintesis protein untuk resistensi terhadap antibiotik. Dalam kegiatan rekayasa gentika DNA plasmid seringkali digunakan sebagai  vektor  untuk membawa gen-gen  tertentu yang dinginan  ke dalam  suatu sel inang. Gen-gen tersebut  selanjutnya akan mengekspresikan produk-produk komersil tertentu  seperti inuslin , interferon dan berbagai enzim
             Keberhasilan dalam mempersiapkan plasmid  dengan kualitas yang baik sangat diperlukan, terlebih lagi tingkat kemurnian plasmid apabila akan digunakan untuk squencing PCR, cloning dan restriction digestion. Oleh karena itu dalam kegiatan pratkum ini sangat pentig sekali untuk dilakukan, karena dengan melakukan kegiatn praktikum secara langsung mahasimwa atau praktikan dapat mengertahui secara langsung  dan memiliki pengalaman serta  keahlian dalam menerapkan ilmu  serta mahasiswa dapat memahami dasar ilmu isolasi DNA plasmid secara  lebih rinci.
1.2              Tujuan          
           
Mengetahui cara isolasi DNA dari Plasmid
















BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Setiap sel bakteri memperoleh suatu plasmid rekombinan yang membawa fragmen DNA asing yang spesifik, dimana pada percobaan pertama dilakukan oleh Herbert boyer dan Stanley kohen pada tahun 1973 yang dipotong dengan EcoR1. Plasmid rekombinan dengan gen tahan sebagai vektor bagi DNA telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan. Penggunaan palasmid-plasmid yang membawa gen resisten terhadap antibiotik yang telah tersebar luas di alam dengan memutasikan plasmid-plasmid tersebut sehingga tidak begerak dari suatu sel ke sel yang lain dan dengan menggunakan strein bakteri yang aman sehingga penggunaan plasmid yang resisten terhadap obat-obatan dapat digunakan tanpa risikko (Watson et al, 1983).
Isolasi DNA dari gel dilakukan dengan menggunakan ekstraksi phenol, dimana kemurnian RNA dihitung melalui perbandingan nilai absorbansi sampel RNA pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kualitas total RNA diuji dengan cara mengelektroforesis pada 1 % gel agarose. Isolasi RNA dengan menggunakan buffer homogenisasi guanidium tiosianat merupakan metode yang efisien untuk jaringan yang tidak mudah di faksinasi dari gel yang kaya akan Rnase. Hasil beberapa penelitian diperoleh bahwa isolasi RNA dengan metode phenol tidak dadat terdeteksi dalam elektroforesis gel agarose. Pada penelitian Slameto dan Sugiharato (2010) pada tanaman tebu dilakukan isolasi dengan cara memmotong DNA dengna enzim restriksi dalam analisis DNA rekombinan. Plasmid DNA yang mengandung DNA target dipotong beberapa menggunakan enzim restriksi. Kontaminasi Oleh DNA dihilangkan dengan melakukan pemberian Dnase sehingga dapat meningkatkan kemurnian RNA dan mampu mendetanurasi DNA genomik.
Plasmid merupakan DNA Ekstrakorosomal kecil yang berbentuk sirkuler, yang dapat melakukan replikasi secara mandiri sehingga tidak bergantung pada replikasi DNA Kromosom. Molekul  DNA yang dimiliki oleh plasmid adalah molekul DNA double stranded yang memiliki panjang basa yang sangat beragam. Plasmid dimiliki oleh bakteri dan beberapa jenis makhluk hidup eukariotik. Proses isolasi DNA memiliki perbedaan tergantung pada organisme yang akan diisolasi DNA nya. Isolasi DNA digunakan untuk memisahkan DNA sehingga DNA dapat dianalisis. Penggunaan plasmid dalam DNA rekombinan dilakukan karena plasmid memiliki tiga region yang berperan penting untuk DNA kloning, yaitu replication origin, marker yang memungkinkan  adanya  seleksi  dan  region  yang mampu disisipi oleh fragmen DNA dari luar. Menurut Sumarsih dkk, (2011) Pemotongan ganda DNA plasmid rekombinan (E1) menggunakan enzim restriksi SacI/ SphI menghasilkan dua fragmen DNA, yang ditunjukkan dengan adanya dua pita DNA pada elektroforegram dengan ukuran sekitar 7000 pb dan sekitar 1500 pb.
Plasmid yang melingkar pada kromosom ekstra molekul sitoplasma ganda yang meniru secara independen dari kromosom bakteri. Secara alami plasmid terjadi pada bakteri dan kadang-kadang ditemukan pada organisme eukariotik. Metode tradisional isolasi plasmid adalah menggunakan metode lisis alkali dan metode mendidih. Proses ekstraksi didasarkan pada ukuran, konformasi dan kepadatan plasmid. semua ekstraksi proses bervariasi adalah lisis sel bakteri, rilis selektif DNA plasmid dari matriks sel, dan penghapusan kontaminan seperti untuk memulihkan DNA plasmid. Masalah dalam praktek umum yang sering dikaitkan dengan isolasi plasmid DNA murni adalah masalah adanya kontaminan oleh senyawa fenolik dan polisakarida karena mereka menghambat primer klasik PCR dengan menghambat aktivitas polimerase Taq DNA. Kontaminasi ini mendistorsi hasil di banyak aplikasi analisis dan karena itu menyebabkan interpretasi yang salah. Konsentrasi DNA dapat ditentukan dengan cara mengambil absorbansi 620 nm yang dievaluasi melalui larutan gel agarose 1% (Yadav et al, 2011).
            Genomik, plasmid dan pemurnian produk PCR didasarkan pada pemurnian silika. Terlepas dari metode yang digunakan untuk membuat lisat dibersihkan, DNA dapat diisolasi berdasarkan kemampuannya untuk mengikat silika dengan adanya konsentrasi garam yang tinggi. Garam-garam ini kemudian dihapus dengan mencuci berbasis alkohol dan DNA dielusi dalam larutan rendah ion-kekuatan seperti TE penyangga atau air. Pengikatan DNA untuk silika tampaknya didorong oleh dehidrasi dan ikatan hidrogen formasi, yang bersaing dengan lemah tolakan elektrostatis. Oleh karena itu, konsentrasi garam yang tinggi akan membantu mendorong adsorpsi DNA ke silika, dan konsentrasi rendah akan melepaskan DNA. Namun, DNA bukan satu-satunya molekul yang dapat menyerap sinar UV pada 260 nm. Sejak RNA juga memiliki absorbansi yang besar pada 260 nm, dan asam amino aromatik hadir dalam protein menyerap pada 280 nm (Kheyrodin dan Ghasvinian, 2012).
            Isolasi total DNA menggunakan DNA NucleoSpin Tissue Kit yang merupakan kit khusus untuk bakteri gram negatif dan hasil isolasi total DNA pada beberapa sampel tanaman wortel terlihat adanya lajur pita DNA pada elektroforesis gel agarosa 1%. Menurut Ausubel, et al dalam Manalu, 2014), gel agarosa 1% dapat digunakan untuk menganalisis fragmen DNA sebesar 500 pb-10.000 pb. Selanjutnya, menurut Manalu dkk, (2014) Kualitas dan kuantitas DNA yang bervariasi pada setiap sampel dapat dilihat dari panjang fragmen DNA atau tebal pita DNA yang dihasilkan. DNA hasil isolasi pada sumur ke 2 mempunyai ketebalan pita yang paling tebal, dan sumur ke 3 mempunyai ketebalan pita agak tebal. Hal ini menunjukkan bahwa pada sumur ke 2, hasil isolasi total DNA nya sangat banyak dan pekat. Sedangkan pada sumur ke 1 tidak terdapat pita-pita DNA, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan pita-pita DNA tidak terbetuk seperti seharusnya. DNAyang larut akan hilang sehingga perendaman yang terlalu lama pada buffer TAE dengan alat elektroforesis maka DNA gagal berada di gel agarosa. DNA terus menembus gel tersebut hingga keluar dari gel. Setiap DNA tersebut mempunyai bentuk jumlah pasang basa yang berbeda-beda sehingga kecepatan migrasinyapun berbeda. Hal tersebut menyebabkan letak DNA tersebut berurutan sesuai dengan kecepatan laju migrasinya.







BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1    Waktu dan Tempat
Pratikum mata kuliah Bioteknologi Pertanian acara “Isolasi DNA plasmid Menggunakan KIT Gene All” dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Oktober 2015 pukul 09.00- selesai di Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2    Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.        Perangkat Elektroforesis
2.        Microwave
3.        Micropipete
4.        Enlemeyer

3.2.2 Bahan
1.        Agarose gel 1 %
2.        TBE 1x
3.        Ethium bromide
4.        Buffer loading

3.3    Cara Kerja
1.        Mengambil 1,5 mL dari kultur bakteri, memasukkan dalam tube, sentrifuse dengan kecepatan 13.000 xg selama 1 menit. Membuang supernatant sehingga hanya tersisa pellet.
2.        Meresuspensi pellet dalam 170 ul buffer S1 (mengandung RNAse sehingga kondisikan selalu dingin).
3.        Menambahkan 170 ul buffer S2 dan mix dengan membalikkan tube 3-6 kali (jangan divortex). Menginkubasi hingga terlihat suspense bakteri tetapi tidak boleh lebih dari 5 menit.
4.        Menambahkan 250 ul buffer G3 kemudian segera mix dengan membalikkab tube 4-5 kali (jangan divortex).
5.        Memindahkan seluruh Lysate  dari tube ke kolom (yang disediakan oleh KIT isolasi DNA plasmid), kemudiana disentrifuse selama 30-60 detik. Mengambil kolom dan membuang cairan yang ada pada tube dibagian bawah kolom, kemudian meletakkan lagi kolom padatube tersebut.
6.        Optional, menambahkan 500 ul buffer A W dan sentrifus selama 30 detik. Mengangkat kolom, membuang cairan yang ada pada tube di bawah kolom, dan meletakkan kembali kolom pada tube tersebut.
7.        Menambahkan 700 ul buffer PW dan sentrifus selama 30 detik. Mengangkat kolom dan membuang cairan yang ada pada tube di bagian bawah kolom, kemudian meletakkan lagi kolom pada tube tersebut.
8.        Mensentrifus kembali selama 1 menit untuk membuang reside wash buffer. Memindahkan kolom ke 1,5 ml tube (epedorf tube).
9.        Menambahkan 50 ul buffer EB atau deionized distilled water ke tengah kolom, kemudian diamkan selama 1 menit dan sentrifus selama 1 menit.












BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan
Konsentrasi DNA dapat diketahui melalui analisis menggunakan spektrofotometer UV (Ultraviolet) dengan panjang gelombang 260 nm. Kemurnian DNA dari kontaminan RNA maupun protein dapat dilihat berdasarkan perbandingan absorbansi suspensi DNA. Adapun rumus untuk mengetahui konsentrasi DNA yaitu ,  nilai 300 tersebut diperoleh dari tingkat pengenceran yang dilakukan (1500 ml aquades : 5 . Berdasarkan hasil praktikum tentang isolasi DNA plasmid diperoleh nilai absorbansi sebesar -0,024 oleh kelompok 2, nilai absorbansi diperoleh dari sampel yang telah dianalisis menggunakan spektroforesis UV dengan panjang gelombang 260 nm. Jika diketahui nilai absorbansi sebesar -0,024, maka diperoleh konsentrasi DNA sebesar -0,36, dengan perhitungan sebagai berikut.
Rumus: Konsentrasi DNA = Absorbansi x 50 x 300
                                                                 1000
                                              = - 0, 024 x 50 x 300
                                                               1000
                                              = - 360
                                                  1000
                                              = - 0,36
Berdasarkan hasil tersebut dapat dibuktikan bahwa kemurnian DNA masih belum relatif murni dari kontaminan protein,  Manalu dkk (2014), berpendapat bahwa isolat DNA dapat dikatakan murni dari kontaminan bila nilainya berkisar antara 1,8-2,0. Adapun berdasarkan data golongan konsentrasi DNA tertinggi diperoleh oleh kelompok 3 dengan nilai absorbansi sebesar 0.045 maka dihasilkan konsentrasi DNA sebesar 0.675, sedangkan nilai terendah diperoleh oleh kelompok 9 dan 10 dengan niali absorbansi dan konsentrasi DNA sebesar 0. Rendahnya nilai konsentrasi DNA dapat dipengaruhi oleh besarnya suhu yang terlalu tinggi (99 0C) saat proses pemecahan dinding sel (lisis), ketika melakukan ekstraksi tidak dilakukan penambahan buffer, dan penggunaan PBS yang berfungsi untuk mengisolasi DNA virus mengakibatkan jumlah isolat DNA yang sedikit sehingga konsentrasi yang diperoleh juga rendah. Perbedaan konsentrasi pada setiap kelompok (sampel) berbeda-beda hal ini disebabkan oleh perlakuan fisik yang diberikan serta kemampuan buffer ekstraksi dalam proses lisis (pemecahan dinding sel). Semakin tinggi ekstraksi lisis sehingga plasmid yang dihasilkan lebih banyak, diduga saat praktikum isolat DNA plasmid terjadi perbedaan dalam penambahan konsentrasi.
            Molekul DNA  dalam suatu sel dapat diektrasi atau diisolasi  untuk berbagai macam  keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dengan  dari bahan lain seperti  protein, lemak dan kabohidrat. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga  yakni penghancuran ( lisis) , ektrasi  atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulose protein, serta pemurnian DNA ( Dolphin, 2008 ).
Surzycki (2000) melaporkan  ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA , metodenya yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA , dan motedenya harus sederhana dan cepat. Prinsip isolasi DNA pada berbagai jenis atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti KIT Nucleon Phytopure sedangkan untuk kegiatan isolasi yang dilakukan pada hewan menggunakan Gene JETTM Genomic DNA purifikation Kit. Namun tehapan –tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya memilki protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan.
            Tahapan –tahapan pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan isolasi DNA  atau penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel merupakan  tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel  atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing –thawing dan iradiasi (Giacomazzi et al.,2005) . Adapun tahapn yang selanjutnya ialah tahapan ektraksi DNA, yang seringkali digunakan Chelating agent seperti ethylenediamine tetraacetic acit ( EDTA) yang memiliki peran untuk menginaktivasi enzim Dnase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease  dengan cara megikat ion magnesium dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim  DNAase . DNA yang telah diekstraksi  dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protin agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian  yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ektraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya  dna mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi.
            Setelah proses ekstraksi DNA yang didapat dipekatkan melalui pertisipasi, pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol  dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada  fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk  struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan sntrifugasi . Presipitasi ini memiliki fungsi untuk menghilangkan  residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ektraksi. Adapun prinsip dari persipitasi ini ialah menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar menggelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfosiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur  dengan air, namun kurang polar dibandingkan dengan air. Pada tahapan ini DNA yang terpresitasi akan terpisah  dari residu-residu RNA dan protein  yang masih tersisa.    
            Adapun tingkat keberhasilan isolasi plasmit DNA sangat dapat dilihat dari tidak terbentuknya pita-pita DNA pada elektroforesis, kecuali pada sumur kesatu yang merupakan lamda 10 ng/µl dan  sumur kedua yaitu kontrol positif Pgem T-easy yang terbentuk pita-pita DNA hasil isolasi pada sumur gel agarosa.  , Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan pita-pita DNA tidak terbetuk seperti seharusnya, diantaranya adalah DNA dimasukan dalam sumur dengan tidak hati-hati sehingga DNA hilang karena larut, perendaman yang terlalu lama pada TBE 1X dengan alat elektroforesis maka DNA gagal berada di gel agarosa. DNA terus menembus gel tersebut hingga keluar dari gel. Akibatnya tidak ada satu pun garis cahaya yang muncul pada gel. Waktu yang paling optimal dalam elektroforesis yang sebenarnya adalah 30 – 50 menit dengan menggunakan arus 50 mA. Pita-pita DNA yang terbentuk seharusnya terdiri atas 4 pita  yaitu, open circular, linear, circular dan supercoiled. Setiap DNA tersebut mempunyai bentuk berbeda-beda sehingga kecepatan migrasinyapun berbeda. Hal tersebut menyebabkan letak DNA tersebut berurutan sesuai dengan kecepatan laju migrasinya (Sambrook & Russel 2001).






















 

BAB 5. PENUTUP

5.1  Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum Isolasi Plasmid DNA yang dituangkan dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa. Nilai absorbansi terbesar adalah pada kelompok 3 dengan nilai sebesar 0.045 dan konsentrasi DNA sebesar 0.675, sedangkan nilai terendah diperoleh oleh kelompok 9 dan 10 dengan niali absorbansi dan konsentrasi DNA sebesar 0.


5.2 Saran
            Untuk praktikum kali ini cukup berjalan dengan baik,hanya saja pengerjaan semua proses praktikumnya praktikan hanya dapat melihat saja. Untuk praktikum selanjutnya alangkah baiknya jika yang mengerjakan praktikan dipandu dengan asisten.
















DAFTAR PUSTAKA


Dolphin.T 2004. Sejarah dan prinsip-prinsip media konduktif standar          elektroforesis DNA. Anal Biochem. 333 (1):1-13.
Kheyrodin, H., K, Ghazivian. 2012. DNA Purification And Isolation Of Genomic DNA From Bacterial Species By Plasmid Purification System. Agricultural Research, 7(3): 433-442.
Lodish H et al.Molekular Cell Biology Fifth Edition. New York : Garland Publishing, Inc
Manalu, Y, H., I, G, P, Wirawan, I, G, K, Susrama. 2014. Isolasi dan Identifikasi Agrobacterium tumefaciens dari Tanaman Wortel (Daucus carota L.). Agroteknologi tropika, 3(3): 119-127.

Sambrook & Russel 2001). 2001. Molecular and Cell Biology. New York: Mc Graw-Hill.
Slameto, B, Sugiharato. 2010. Isolasi cDNA Sucrose Transporter (SUT) dari Batang Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Agrovior, 3(2): 87-94.

Sumarsih, S., N,N, T, Puspaningsih, A, Soewandi. 2011. Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525. Jbp, 13(3): 150-154.
Surzycki J, Russel DW . 2000 . Ed. Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd
           
Ed
. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Watson, J.D. John, T. David. T, K. 1983. DNA Rekombinan, Suatu Pelajaran Singkat. Terjemahan oleh Dr. Ir. Wisnu Gunarso, M.Sc. 1988. Jakarta: Erlangga.

Yadav, P., A, Yadav, V, Garg, T,K, Datta, S, L, Gosmawi, S, De. 2011. A Novel Method Of Plasmid Isolation Using Laundry Detergent. Experimental biology, 1(49): 558-560.

Zhang, Y., J, Su, S, Duan, Y, Ao, J, Dai, P, Wang, Y, Li, B, Liu, D, Feng, J, Wang, H, Wanag. 2011. A highly efficient rice green tissue protoplast system for transient gene expression and studying light/chloroplast-related processes. Plant methods, 7(30): 1-14.

LAPORAN BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris tentu saja memiliki keragaman hayati yang sangat beragam yang dibuktikan dengan beranekaragam jenis tanaman yang dapat tumbuh di tanah Indonesia. Tanaman-tanaman tersebut dapat digolongkan berdasarkan jenisnya yaitu tanaman perkebunan, hortikultura, obat, dan tanaman pangan. Salah satu jenis tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah tanaman kedelai yang memiliki nama latin Glycine max L. yang termasuk dalam tanaman semusim dan bisa tumbuh baik pada tanah sawah atau lahan kering. Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sangat penting nomer tiga setelah padi dan jagung. Lain dari itu kedelai juga merupakan tanaman palawija yang begitu kaya akan kandungan protein, sehingga memiliki peran yang sangat penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang paling banyak disenangi dan dikonsumsi oleh masyarakat. Budidaya kedelai sudah dilakukan sejak dahulu berdasarkan latar belakang masyarakat indonesia yang mayoritas adalah sebagai petani.
Berbagai tipe kedelai yang sudah mulai dibudidayakan oleh petani di Indonesia antara lain tipe mansyuria, tipe jepang, india, dan tipe cina. Tipe –tipe tersebut dapat dibudidayakan pada lahan sawah dan lahan kering berdasarkan karakteristik tanaman kedelai yang dapat ditanam pada lahan dengan ketinggian 0,5 hingga 500 meter, namun tinggi tempat yang paling optimal adalah diatas 500 Mdpl. Pengembangan tanaman kedelai sendiri di lahan kering dapat dilakukan baik secara tumpang sari (polikultur) atau secara tunggal (monokultur). Salah satu bentuk inovasi dalam bercocok tanam yaitu penanaman kedelai dengan teknik tanpa olah tanah atau sering dikenal dengan  (zero tillage) dimana dalam melakukan budidaya tanaman tidak perlu dilakukan pengolahan tanah seperti bercocok tanam pada umumnya.
Usahatani berbasis tanaman kedelai berdasarkan prakteknya di lapangan pada umumnya dilakukan secara pergiliran tanaman. Kebiasaan petani dalam pengelolaan sumber daya lahan untuk usahatani tanaman pangan di lahan kering atau pun pada lahan sawah terskesan memaksa tanpa memperhatikan tingkat kesuburan tanahnya. Pengolahan tanah dan pemupukan dilakukan secara intensif setiap musim tanam. Namun sisa-sisa tanaman diangkut keluar lahan sehingga tidak ada bahan organik yang dikembalikan kedalam tanah, akibatnya tingkat kesuburan tanah semakin berkurang dan berdampak pada produktifitas tanah. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam bidang pertanian di lahan kering maupun lahan sawah sangat penting untuk tetap menjaga tingkat kesuburan tanahnya.
Pengolahan tanah menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya lahan dalam melakukan budidaya tanaman untuk menciptakan keadaan fisik tanah yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkebangan benih dan akar tanaman serta menekan pertumbuhan gulma. Kenyataan yang ada dilapangan bahwa setiap akan menanam, maka petani selalu mengolah tanah secara intensif atau terus menerus sehingga berpotensi dapat merusak struktur tanah. Hal itulah yang akan menyebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah dilahan basah ataupun di lahan kering. Sistem budidaya tanaman kedelai dimulai dengan pengolahan tanah, baik tanpa olah tanah maupun pengolahan tanah intensif. Selanjutnya adalah penanaman, pemupukan dimana pemupukan dapat dilakukan melalui daun atau disebar. Nutrisi tanaman berupa unsur hara mikro dan makro sangat penting bagi masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai untuk menunjang produkstivitas tanaman. Nutrisi tanaman yang berasal dari pupuk tidak hanya dapat diberikan lewat akar, namun dapat juga diaplikasikan melalui organ yang lain yaitu daun. Pemupukan semacam ini dikenal dengan istilah pupuk daun. Pupuk daun dianggap aplikasi pemupukan yang efektif apabila diaplikasikan pada lahan kering dengan sistem tanpa olah tanah. Sehingga pemberian nutrisi dan penyerapan nutrisi oleh tanaman dapat dioptimalkan sehingga tanaman tidak kekurangan unsur hara.
1.2  Tujuan
1.      Mahasiswa dapat memahami dan mempelajari teknik budidaya tanaman kedelai.
2.      Melatih keterampilan mahasiswa dalam menentukan komponen-komponen budidaya yang baik bagi tanaman kedelai.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai ( Glycine max L) merupakan salah satu tanama pangan penting ketiga setelah padi dan beras. Budidaya tanaman kedelai dapat dilakukan di lahan kering maupun dilahan sawah. Menurut Adnan dkk, (2012) menyebutkan bahwa di teknologi budidaya kedelai tanpa olah tanah sudah dikembangkan di Sumatera Barat yang mengembangkan budidaya kedelai di lahan sawah. Dalam rangka perencanaan dan pengembangan teknologi budidaya, hal yang perlu diperhatikan adalah syarat tumbuh dari tanaman tesebut terutama tanah dan iklim yang merupakan faktor iklim yang dapat memenuhi kualitas dan kuantitas produksi. Pengolahan tanah menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumber daya lahan. Teknik budidaya yang sesuai dan dapat dilakukan adalah teknologi tanpa olah tanah (TOT) atau disebut juga zero tillage. Teknologi ini bertujuan untuk menghemat tenaga kerja dan meminimalisir penggunaan air terutama pada lahan tadah hujan. Berbagai hasil penleitian menunjukkan hasil produksi kedelai tanpa olah tanah lebih tinggi daripada tanah yang diolah. Hal ini karena pada tanah yang diolah air akan lebih cepat menguap sehingga ketersediaannya kurang bagi tumbuhan dan sistem tanpa olah tanah menekan kehilangna air dan tanah.
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah gembur, lembab, dan tidak tergenang air. Tanaman kedelai memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah alluvial, andisol, grumosol, dan regosol, serta tanah latosol. Menurut Oktaviani dkk, (2013) bercocok tanam kedelai di lahan kering dapat dilakukan berdasarkan varietas tanaman. Strategi peningkatan produksi kedelai nasional dapat ditempuh dengan peningkatan produktivitas atau dengan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas kedelai dapat dilakukan dengan cara pengelolaan tanaman secara intensifikasi pada lahan sawah atau pada lahan kering. Tetapi pengelolaan tanaman di lahan kering umumnya terkendala oleh ketersediaan air. Salah satu sumber utama air di lahan kering adalah hujan. Sebaran hujan yang tidak selalu merata, baik menurut ruang ataupun waktu, menyebabkan kondisi ketersediaan air tanah berbeda.
Tanaman kedelai dapat dibudidayakan di lahan sawah dengan menggunakan tekhnologi yang memanfaatkan kearifan lokal yang berwawasan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan mengggunakan sarana produksi yang minimal. Teknik yang baru-baru ini dikembangkan adalah budidaya tanaman kedelai tanpa melakukan pengolahan tanah tidak seperti budidaya pada umumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno pada tahun 1993 di Bogor dan Jawa Timur telah menunjukkan pola tanam kedelai pada tanah jenuh air dengan rata-rata empat musim telah diketahui hasilnya 1,4 – 2,2 ton per hektar. Cara bercocok tanam yang diterapkan adalah dengan lebar bedengan 1 meter dengan hasil biji 2,62 ton per hektar dan pengolahan tanah tidak dilakukan atau tanpa lah tanah  zero tillage (Sumarno, 2011).
Beberapa sistem budidaya yang dapat dilakukan oleh petani untuk menekan pertumbuhan gulma adalah dengan olah tanah yang telah menjadi praktek budidaya tanaman. Beberapa macam cara pengolahan tanah adalah tanpa olah tanah, olah tanah minimum, dan olah tanah maksimum. Sistem tanpa olah tanah adalah cara bercocok tanam tanpa dilakukan pengolahan tanah kecuali untuk membenamkan benih. Namun dalam prakteknya sistem tanam tanpa olah tanah memerlukan suatu kombinasi yang kompaktibel misalnya penggunaan herbisida dan mulsa, agar saling mendukung. Hal ini sependapat dengan Adee et al, (2015) bahwa untuk mendukung produksi pada sistem olah tanah perlu dilakukan pemberian mulsa atau penambahan bahan-bahan organik yang dapat membantu memperbaiki kondisi tanah.   
Bahan organik merupakan pupuk alami yang paling banyak diaplikasikan dalam praktek sistem tanam tanpa olah tanah, disamping harganya murah tetapi juga ramah lingkungan. Dalam hubungannya dengan produksi tanaman sistem tanpa olah tanah cukup berhasil dalam budidaya tanaman kedelai dan tanaman pangan lain seperti jagung dan padi. Bahan organik berupa kompos jerami merupakan bahan penyuplai berbagai unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam budidaya tanaman dengan tanpa olah tanah. Menurut Mannion dan Morse (2012) menyatakan bahwa pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah sehingga pertumbuhan akar baik dan ditambah dengan ketersediaan nitrogen yang tinggi maka akar akan menyerap unsur nitrogen dengan baik. sebagai hasil dari proses dekomposisi berupa senyawa sederhana yang cepat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah dan juga tersedia sebagai hara bagi tanaman diantaranya nitrogen sehingga ketersediaan-N tanah meningkat. Hal ini harus diaplikasikan pada sitem tanam tanpa olah tanah untuk mendukung produktifitas tanah.
Varietas kedelai secara genetik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk bertahan pada cekaman kondisi kekeringan. Disisi lain cekaman kekeringan yang terjadi berbeda tingkat, lama dan stadia tumbuh pada setiap musim tanam. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah gembur, lembab, dan tidak tergenang air. Tanaman kedelai memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah alluvial, andisol, grumosol, dan regosol, serta tanah latosol. Maka dari itu perakitan varietas unggul baru ditujukan untuk mengantisipasi berbagai kondisi saat cekaman kekeringan yang terjadi. Di lapang produksi cekaman kekeringan selama periode pengisian polong menurunkan hasil 55% (Syahri, 2014) sedangkan pada kondisi percobaan pot penurunan hasil per tanaman lebih sedikit yaitu hanya mencapai 22-34%.
Penanaman kedelai pada lahan sawah dengan sistem tanpa olah tanah sangat baik dilakukan pada lahan bekas padi dengan cara menambah jerami diatas permukaan tanah untuk mengurangi penguapan. Aplikasi sistem budidaya tanpa olah tanah harus didukung oleh manajemen dari petani (sumber daya manusia) untuk tetap menjaga produktivitas hasil panen. Pengolahan tanah bertujuan untuk menciptakan daerah perakaran yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa pola pegolahan tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Dogbe et al, 2013).
Rotasi tanaman dengan teknik padi-padi-kedelai merupakan pola tanam ideal pada lahan sawah, ditinjau dari beberapa aspek terkait agronomis, ekologis, ekonomis, konservasi kesuburan tanah, pengendalian hama penyakit, dan sistem keberlanjutan produksi tanaman. Teknik penanaman kedelai yang dapat dilakukan adalah dengan cara benih kedelai ditugal, jerami padi digunakan sebagai mulsa dengan tujuan untuk mmeperoleh populasi tanaman kedelai yang optimal dan jarak tanam yang lebih teratur. Teknik penanaman intensif  tanah jenuh air merupakan salah satu teknik penanaman pertama kali yang dilakukan di Australia oleh Lawn pada tahun 1984 yang dilaporkan bahwa teknik tersebut mampu meningkatkan hasil produksi secara konsisten sebesar 3 ton per hektar. Sedangkan menurut Sumarno (2011) bahwa budidaya kedelai dengan pendekatan PTT (pengelolaan tanaman terpadu) pada lahan sawah menggunakan ketepatan teknologi sesuai dengan kondisi agroekologi dan sosial-ekonomi petani setempat, sehingga kinerja teknologi akan lebih efisien, efektif, dan optimal. Menurut Shelbi et al, (2013) Teknik budidaya kedelai sayur atau edamame dilakukan secara teknik super intensif hampir sama dengan budidaya tembakau cerutu.
Lokasi penanaman tanaman kedelai dapat dilakukan di tanah sawah bekas tanaman padi atau pada tanah tegalan (lahan kering) dengan sistem olah atau tanpa olah tanah. Pola persiapan lahan pada saat pratanam kedelai dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu sistem tanpa olah tanah/zero tillage dan pengolahan tanah intensif. Sistem tanam tanpa olah tanah sangat sederhana dalam pelaksanaannya dan memanfaatkan penggunaan sumberdaya air seefisien mungkin terutama pada lahan-lahan kering. Menurut Rukmana dan Yuniarsih, (1998) menyebutkan bahwa berdasar pada penelitian di Puslitbang (pusat penelitian dan pengembangan) tanaman pangan menunjukkan bahwa penyiapan lahan tanpa olah tanah memberikan hasil panen kedelai yang tidak berbeda nyata dibanding dengan tanah yang diolah.
Tanaman kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah tetapi air tanah masih tersedia. Apabila dilihat dari syarat tumbuhnya tanaman kedelai dapt tumbuh dengan baik pada tanah bertekstur gembur, lembab tidak tergenang air, dan pada pH 6 – 6,8. Pengolahan tanah menjadi hal yang perlu diperhatikan karena tujuannya untuk memberikan kondisi yang terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Namun, dalam kondisi tertentu pengolahan tanah malah dapat merugikan karena dapat menyebabkan tekstur tanah rusak dan mempercepat penguapan air tanah. Pada tanah jenis latosol dan andosol yang bertekstur gembur, maka diolah dengan sistem tanpa olah tanah atau TOT (Purwono dan Purnawati. 2007).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Budidaya Tanaman Pangan“ Budidaya tanaman kedelai” dilaksanakan pada hari Sabtu Tanggal  17 Oktober 2015 muai pukul 10.00 – 12.00 WIB. Kegiatan praktikum dilaksanakan di Desa jenggawah, Kabupaten Jember.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.      Tanaman kedelai
2.      Quisioner

3.2.2 Alat
1.      Kamera
2.      Alat tulis

2.3  Cara Kerja
1.    Menentukan lokasi areal pertanaman kedelai yang akan dijadikan sebagai observasi lapang budidaya kedelai.
2.    Mengajukan beberapa pertanyaan yang terdapat di kuisioner.
3.    Mendokumentasikan hasil observasi berupa foto.
4.    Membuat laporan tertulis sesuai hasil observasi lapang.







BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil kegiatan lapang budidaya tanaman kedelai di Desa Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4.1.1: Kegiatan budidaya tanaman kedelai
A.  Profil petani
No
Uraian
Keterangan
1.
Nama petani
Bapak Misari
2.
Foto lokasi
Lokasi praktikum berada di Desa Jenggawah Kabupaten Jember




3.
Foto wawancara





Lokasi kedelai milik Bapak Misari
4.
Jenis kedelai yang di tanam
Edamame lokal
5.
Luas lahan yang ditanam
5 hektar

B.  Persiapan benih kedelai
No
Uraian
Keterangan
1.
Syarat benih bermutu
Terbebas dari kotoran, tidak kusut
2.
Penyiapan benih sebelum ditanam
-
3.
Varietas tanaman yang ditanam
Edamame lokal
4.
Asal usul bahan tanam
Beli, (benih bersertifikat)

C.  Pengolahan lahan
No
Uraian
Keterangan
1.
Mulai penggunaan lahan
Tahun 2012
2.
Penggunaan sebelum atau sesudah tanaman kedelai
Untuk tanaman padi, jagung
3.
Teknik pengolahan tanah
Pengolahan dengan mesin, intensif
4.
Teknik pembajakan
Pembajakan secara intensif
5.
Alat pembajakan
traktor

D.  Teknik penanaman
No
Uraian
Keterangan
1.
Pola tanam
Tumpang sari dengan tanaman pengusir hama.
2.
Sistem budidaya
PTT yaitu sistem pertanian terpadu
3.
Jarak tanam yang digunakan
20 x 20 x 10 cm
4.
Waktu penanaman kedelai
Akhir musim hujan
5.
Jumlah benih per lubang tanam
2 – 3 benih
6.
Teknik penanaman
Ditugal
7.
Alat yang digunakan
Bambu

E.  Pelaksanaan pemeliharaan tanaman
No
Uraian
Keterangan
1.
Umur penyulaman benih
1 minggu setelah tanam
2.
Umur pelaksanaan penyiangan
2 minggu setelah tanam
3.
Teknik penyiangan kedelai
Pencabutan
4.
Alat yang digunakan
Sabit, cangkul
5.
Teknik pengairan tanaman
Pengairan buka tutup
6.
Asal sumber air
Pompa air, air dalam tanah
7.
Jenis pupuk
Urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, 150 kg/ha, ZA 300 kg/ha, puuk daun 4,1 liter/ha.
8.
Periode pemupukan
Urea H-3 100 kg/ha, TSP H-3 100 kg/ha, KCL H-10 50 kg/ha.
9.
Waktu pemupukan
Pagi hari
10.
Teknik pengendalian OPT
Secara kimiawi

F.   Panen 
No
Uraian
Keterangan
1.
Waktu panen
Ø  70 hari
2.
Kondisi tanaman sebelum dipanen
Daun, batang, dan polong berwarna hijau tua
3.
Ciri-ciri tanaman siap panen
Daun sudah banyak yang kering, polong bernas, dan polong sudah berwarna hijau tua
4.
Teknik pemanenan
 Secara tradisional
5.
Hasil produksi tanaman kedelai
1,5 ton / ha

G. Kelembagaan petani yang diikuti.
No
Uraian
Peran 
1.
Kelompok tani duah tujuh
Memberi saran, diskusi mengenai budidaya kedelai


4.2  Pembahasan
Benih merupakan hasil perkembangbiakan tanaman secara generatif yang digunakan untuk perbanyakan tanaman pada periode selanjutnya. Benih yang bermutu merupakan bahan tanam yang diharapkan oleh para petani, dimana benih bermutu memiliki ciri-ciri bebas dari hama dan penyakit, bernas, memiliki daya kecambh tinggi, berukuran normal. Menurut  Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber daya manusia Pertanian  Pusat Pelatihan Pertanian, 2015 bahwa peniapan benih senelum ditanam adalah sebagai berikut, 1) Memilih varietas spesifik lokasi dengan cara melihat deskripsi varietas kedelai unggul, memilih varietas unggul sesuai dengan kondisi lahan yang akan ditanami kedelai dan kesukaan konsumen yang dituju, 2) melakukan seleksi benih, seleksi benih dilakukan dengan cara melihat persyaratan benih bermutu sebagai berikut ,murni dan diketahui nama varietasnya, berdaya kecambah tinggi, >80%, vigor baik, pertumbuhan benih serentak, cepat dan sehat. Benih sehat, bernas, tidak keriput atau luka bekas gigitan serangga (hama), bebas penyakit, bersih tanpa campuran benih lain, benih masih baru (< 6 bulan) dengan kadar air 12 % - 13 %. 3) Melaksanakan perlakuan benih.
1. Inokulasi Rhizobium a) Untuk lahan yang sama sekali belum dilakukan penanaman kedelai Legin 30 gram/10 kg benih, Benih dan ino kulum atau tanah bekas pertanaman kedelai 13 gr Rhizogin 37,5 gram/10 kg benih atau menggunakan Rhizoplus 20 gr/kg benih. b) membasahi benih dengan air bersih sebelum Inokulan dicampur dengan benih Pencampuran benih dilakukan secara bertahap agar benih yang telah diinokulasi segera habis tertanam c) Benih dikering anginkan dan hindari sinar matahari langsung d) Benih harus tertanam jangan melebih dari 6 jam. 2) Inokulasi dengan Tanah bekas penanaman kedelai, a) Untuk lahan yang sama sekali belum dilakukan penanaman kedelai 1 – 3 kg tanah/10 kg benih kedelai. b) Basahi benih dengan air bersih sebelum Inokulan dicampur dengan benih dan c) Pencampuran benih dilakukan secara bertahap agar benih yang telah diinokulasi segera habis tertanam.
            Pupuk merupakan faktor penting yang mendukung pertumbuhan hasil tanaman kedelai yang menjadi permasalahan saat ini. Kemudian kendala produksi yang sangat menonjol adalah curah hujan yang tidak merata pada awal pertumbuhan dan terlalu banyak air pada saat panen. Untuk memperbaiki kondisi fisik dan kimiawi tanah perlu dilakukan pengapuran, pemberiaan bahan organik dan pupuk anorganik terutama yang mengandung N, P, K, dan unsur-unsur mikro. Disamping itu pemberiaan rhizobium sangat diperlukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah rhizobium dalam tanah. Sebagai tanaman leguminosa, tanaman kedelai bersimbiose dengan rhizobium untuk menambat N2 dari udara. Upaya meningkatkan hasil tanaman kedelai dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi budidaya yang antara lain dengan beberapa pemberian perlakuan pupuk hayati seperti bakteri penambat unsur N (nitrogen) yang berpotensial untuk meningkatkan kesuburan tanah dan bakteri Endofitik. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Menurut Misran (2013), menerangkan bahwa rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar leguminose mengambil nitrogen langsung dari udara dengan aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen itu disusun manjadi senyawa seperti asam amino dan polipeptida yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanah sekitarnya. Mikroba endofit umumnya dapat menghasilkan senyawa sejenis yang terkandung pada tanaman inang dengan bantuan aktifitas suatu enzim. Beberapa senyawa endofit yang bersimbiose dengan tanaman inangnya juga ada yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Senyawa antibiotik ini aktif terhadap mikroba-mikroba patogen manusia dan tanaman.
            Budidaya tanaman kedelai merupakan suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional untuk memenuhi ketersediaan bahan baku makanan. Sitem budidaya yang dilakukan untuk mendukung produktivitas tanaman, maka sistem budidaya harus dilakukan dengan baik. Sistem budidaya yang baik untuk tanaman kedelai yang umum dilakukan sesuai karakteristiknya adalah sebagai berikut.
1.    Penyiapan bahan tanam/benih.
Benih disiapkan dengan cara melakukan seleksi benih dengan menentukan kadar airnya, mutu benihnya, dan daya berkecambahnya serta daya produktivitasnya. Benih dapat disiapkan dengan cara direndam untuk memecah masa dormansi benih. benih yang adakan dijadikan bahan tanam harus memnuhi syarat yaitu bersih, bernas, daya kecambah tinggi dan aman dari gangguan organisme pngganggu tanaman.
2.    Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengolahan tanah tanpa olah tanah (TOT) di bekas lahan pertanaman padi, dan pengolahan tanah intensif. Persiapan tanam pada lahan tegalan maupun lahan sawah dilakukan dengan menggunakan cangkul. Tanah yang sudah diolah dibarkan selam 5-7 hari. Pencangkulan kedua dilakukan untuk meratakan, pengolahan tanah,menggemburkan, dan membersihkan tanah dari gulma. Tanah dengan kemasaan kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran untuk menghasilkan hasil tanam yang baik. pengapuran dapat dilakukan sebulan sebelum musim tanam, dengan dosis 2-3 ton /ha.
3.    Penanaman 
Setelah tahap penyediaan benih dan pengolahan tanah dilakukan baru benih atau bibit kedelai ditanam pada lahan yang sudah diolah. Teknik penanaman dapat dilakukan secara tradisional mengguanakan tenaga manusia atau menggunakan tenaga mesin. Penanaman kedelai paling baik pada akhir musim hujan dan jumlah bibit yang dimasukkan dalam lubang tanam antara 2-3 biji per lubang tanam dengan jarak tanam yang digunakan adalah 30 x 20 x 20 cm.
4.    Pemupukan
Pemupukan merupakan penambahan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman unup pertumbuhannya. Pemupukan yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah meggunakan pupuk kimia seperti Urea, Phonska, KCL, TSP dan lain sebgainya. Dosis pemupukan yang digunakan bergantung pada jenis lahan dan kondisi tanah. Kondisi tanah yang subur dilakukan pemupukan dengan Urea = 50 kg/ha, TSP = 75 kg/ha, dan KCL 100 kg/ha. Pemupukan yang paling efektif adalah dilakukan pada sore hari. Teknik pemupukan antara lain disebar, ditugal dan disemprot pada daun.
5.    Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi berbagai kegiatan seperti penyiangan gulma, yaitu dilakukan apabila ada gangguan gulma penyiangan dapat dilakukan pada tanaman berumur 1 minggu sebelum panen. Penyulaman merupkan kegiaatan perawatan tanaman untuk mengganti tanamn-tanaman yang mati akibat hama dan penyakit atau faktor lain. Pengairan salah satu pemeliharaaan yang diaplikasikan pada tanama kedelai, karena tanaman kedelai menghendaki tanaman yang lembab. Selain itu pemeliharaan kedelai dapat dilakukan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit tanaman pada umumnya dikendalikan dengan pestisida kimiawi.
6.    Panen dan pasca panen
Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun seudah menguning, namun bukan karena defisiensi unsur hara atau sakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan. Umur tanaman kedelai yang siap dipanen adalah 75 – 110 hari namun tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Pemanena untuk kedelai yang akan dikonsumsi adalah sekitar usia 75 – 110 hari, sedangkan kedelai untuk benih adalah berumur 100-110 hari.
Secara umum permasalahan mendasar yang dihadapi sektor pertanian adalah meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global, terbatasnya ketersediaan infra struktur, sarana prasarana, lahan dan air; sedikitnya status dan sempitnya kepemilikan lahan; lemahnya system perbenihan; keterbatasan akses petani terhadap permodalan, lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan energi; belum berjalannya diversifikasi pangan; rendahnya nilai tukar petani dan belum padunya antarsektor dalam menunjang pembangunan (Kementerian Pertanian, 2010). Permasalahan-permasalahan tersebut juga berpengaruh terhadap upaya peningkatan produksi kedelai nasional.
Selain itu kurangnya benih kedelai bermutu merupakan masalah yang sulit dipecahkan dalam upaya meningkatkan produksi kedelai nasional. Benih yang digunakan oleh petani pada umumnya merupakan benih yang berkualitas rendah sehingga berpengaruh terhadap hasil produksi kedelai, sehingga produksi kedelai yang dihasilkan tidak mempu mencukupi kebutuahan nasional. Serangan hama dan penyakit pada tanaman menjadi masalah kedua, dimana OPT pada kedelai lebih banayak dibanding palawija lain pada umumnya merupakan sahabat petani dalam budidaya kedelai. ledakan hama sekunder merupakan ledakan hama yang mengalami resistensi terhadap pestisida kimia, sehingga menyebabkan hama tidak dapat dikendalikan. Hal tersebut terjadi karena pengguanaan bahan kimia sisntetik (pestisida) dalam budidaya tanaman kedelai sangat tinggi.
Selain dihadapkan pada permasalahan yang telah disebutkan diatas, upaya peningkatan produksi kedelai untuk memenuhi produk pangan nasionalterkait dengna beberapa faktor pembatas lain, dimana terdapat permasalahan ketersediaan lahan yang selama ini telah dikonversi menjadi lahan non pertanian, serta kondisi iklim yang tidak menentu. Penyediaan lahan-lahan produksi kedelai menjadi permasalahan karena adanya kompetisi dengna komoditas pangan lain seperti padi, dan jagung yang membutuhkan lahan luas. Sedangkan bila dihubungkan dengan iklim, dimana kondisi iklim sulit diprediksi. Target swasembada kedelai oleh pemerintah terhalang perubahan iklim, dimana kekeringan (bulan kering) akan semakin lama akibat dari pengaruh pemanasan global yang terjadi saat ini. Contohnya pada tahun 2015 Indonesia mengalami musim kemarau panjang dimana suhu sangat tinggi dan menyebabkan lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan sehingga petani gagal panen. Menurut laporan Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) bahwa setiap kenaikan suhu 2 0C akan menurunkan produksi pertanian sekitar 30 % (Budi dan Aminah, 2010).
Selain faktor pembatas seperti yang dijelaskan diatas, kendala dalam pemenuhan produksi kedelai sebagai bahan pangan nasional disebabkan karena laju konsumsi masyarakat yang berbanding terbalik dengan laju produksi kedelai, artinya bahwa laju konsumsi kedelai lebih tinggi daripada laju produksi. Menurut pendapat Syafaat dalam Budi dan Aminah, (2010) bahwa konsumsi kedelai oleh masyarakat mengalami peningkatan dengan laju 2, 36 % per tahun, jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang besarnya hanya 1,3 % saja. Laju konsumsi kedelai yang tinggi juga dipengaruhi oleh peningkatan penduduk yang terus menigkat, sehingga secara otomatis menigkatkan volume konsumsi kedelai per kapita meningkat, dimana kedelai digunakan sebagai bahan baku industri makanan sebagai bahan pembuatan tahu, tempe, kecap dan lain-lain. Sehingga pemenuhan produk kedelai di Indonesia tidak akan pernah tercukupi selama masalah diatas tidak mampu diatasi, itulah salah satu alasan mengapa pemerintah harus import kedelai dari Amerika.
Di samping permasalahan di atas, peningkatan produksi kedelai dihadapkan pada kendala dan permasalahan sebagai berikut:
1.    Masih rendahnya tingkat produktivitas dan keuntungan usahatani kedelai dibanding komoditas lain seperti padi dan jagung, sehingga petani kurang berminat menanam kedelai dan berpindah ke usahatani tanaman lain yang lebih menguntungkan. Sebagai akibatnya luas areal pangan kedelai makin menurun tajam dan produksi kedelai nasional makin menurun.
2.    Belum berkembangnya industri perbenihan kedelai.
3.    Rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga stabilitas hasih rendah.
4.    Persaingan penggunaan lahan dengan komoditas lain.
5.    Swasta kurang berminat mengembangkan kedelai karena resiko kegagalan yang tinggi dan kurang menguntungkan.
6.    Petani belum mengusahakan kedelai secara intensif dengan cara-cara budidaya yang maju.
7.    Tata niaga kedelai belum kondusif, impor kedelai lebih mudah dan lebih murah, sehingga petani yang rata-rata petani kecil kurang dapat bersaing.
Atas dasar permasalahan usahatani kedelai yang umum terjadi pada petani kedelai di Indonesia maka diperlukan upaya terobosan yang sungguh-sungguh untuk mencapai swasembada kedelai. Tantangan yang dihadapi untuk mencapai swasembada kedelai adalah:
1.    Penambahan luas areal panen kedelai paling tidak 1,5 hingga 2 juta hektar hingga tahun 2014. Tanpa penambahan luas areal tersebut, akan sulit mencapai peningkatan produksi menuju swasembada kedelai.
2.    Penerapan teknologi yang telah tersedia untuk mengurangi senjang hasil, mengingat hasil penelitian dapat mencapai 2-3 ton/ha, sementara rata-rata hasil kedelai nasional baru 1,3 ton/ha.
3.    Mendorong dan membangun industri perbenihan kedelai yang maju dan berdaya saing.
4.    Kebijakan yang kondusif untuk pengembangan usahatani kedelai, diantaranya tentang kebijakan impor, kebijakan harga/subsidi harga, insentif dan kemudahan bagi swasta untuk mengembangkan kedelai, dan sebagainya.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dituangkan pada bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.    Pengadaan benih kedelai sebelum ditanam dilahan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pemilihan benih spesifik lokasi, sortasi benih, dan penanaman di lahan.
2.    Bintil akar (Rhizobium) pada tanaman kedelai berfungsi sebagai penambat unsur nitrogen dari udara.
3.    Teknik budidaya tanaman kedelai yang baik meliputi penyiapan bahan tanam à pengolahan tanah à penanaman à pemupukan à pemeliharaan à panen dan pasca paenn.
4.    Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku pangan produk kedelai akibat penyediaan benih bermutu yang masih minim, perubahan iklim yang ekstrim, laju konsumsi lebih besar dibanding laju produksi, meningkatnya serangan hama dan penyakit tanaman, semakin sempitnya luasan penen tanaman kedelai akibat konversi lahan yang semakin marak terjadi. Sehingga Indonesia harus melakukan import kedelai.

5.2 Saran
Kegiatan praktikum yang dilakukan sudah berjalan dengan baik sesuai harapan, namun alangkah baiknya apabila dalam praktikum budidaya kedelai di lapangan praktikan dibekali dengan materi yang lebih mendalam mengenai budidaya kedelai, karena kegiatan praktikum dilakukan sebelum mendapat materi tentang budidaya kedelai, sehingga tidak cukup hanya melalui buku penuntun praktikum saja.




DAFTAR PUSTAKA

Adee, E.,A. 2015. Tillage Study For Corn And Soybean Comparing Vertical, Deep, And No Till. K state, 1(2): 1-5.

Adnan, Hasanuddin, Manfarizah. 2012. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Glifosat Dan Paraquat Pada Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) Serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Kimia Tanah Karakteristik Gulma Dan Hasil Kedelai. Agrista, 16(3): 135-145.

Budi, G.,S. M, Aminah. 2010. Swasembada Kedelai, Antara Harapan dan Kenyataan. Agro ekonomi, 28(1): 55-68.

Dogbe, W.,P, M. Etwire, E. Martey, J.C, Etwire. Inusah, Baba, I. Y, A, Siee. 2013. Economics of Soybean Production: Evidence from Saboba and Chereponi Districts of Northern Region of Ghana. Agricultural science, 5(12): 38-46.

Mannion, A.M and S, Morse. 2012. Gm Crops 1996-2012: A Review Of Agronomic, Environmental And Socio-Economic Impacts. Surrey, 4(13): 1-40.

Misran. 2013. Studi Penggunaan Pupuk Hayati Pada Tanaman Kedelai. Pertanian terapan, 13(3): 206-210.

Oktaviani, S, Triyono, N, Haryono. 2013. Analisis Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine Max [L] Merr.) Pada Lahan Kering. Teknik pertanian, 2(1): 7-16.

Purwono, dan H. Purnawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.

Rukmana, R.,Yuniarsih. Y. 1998. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.

Shelby. H., Riskin, S. Porder, E. Meagen, Schipanski, E.M, Bennet, C. Neill. 2013. Regional Differences in Phosphorus Budgets in Intensive Soybean Agriculture. Bioscience, 63(1): 49-54.

Sumarno. 2011. Perkembangan Tekhnologi Budi Daya Kedelai Di Lahan Sawah. Iptek tanaman pangan, 6(2) 139-151.

Syahri. 2014. Optimalisasi Lahan Sub Optimal Untuk Pengembangan Kedelai Di Sumatera Selatan Melalui Penerapan Inovasi Tekhnologi. Issn, 1(1): 644-654.