BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan
yang banyak dibudidayakan di Indonesia khususnya didaerah pulau Jawa.
Perkembangan tanaman tebu sebagai tanaman penyumbang devisa terbesar selain
tanaman kelapa sawit dimulai sejak zaman Belanda. Tanaman tebu dibudidayakan
sebagai bahan baku pembuatan gula sehingga dalam pembudidayaannya memerlukan
perlakuan khusus agar gula ataupun rendemen yang dihasilkan oleh tanaman tebu
dapat tercapai dalam skala yang tinggi. Rendemen merupakan kandungan gula yang
mampu dihasilkan oleh tanaman tebu dari hasil fotosintesis sehingga dapat
terproduksi dengan teknik budidaya yang baik. Untuk itu, untuk mencapai tebu
yang dapat berproduksi yang tinggi serta mempunyai rendemen yang tinggi perlu
dilakukan perluasan areal ataupun pemeliharaan dan pengadaan bibit tebu yang
memiliki kualitas dan daya tumbuh yang baik. Penggunaan varietas tebu yang
mempunyai sifat unggul menjadi salah atu faktor yang sangat penting. Pengadaan
benih atau bibit tebu dapat didukung melalui penggunaan teknologi yang
dilakukan dengan cara penataan varietas benih yang bermutu, murni, dan sehat.
Penyediaan benih unggul tanaman tebu dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu kultur jaringan ataupun penyediaan bibit dengan
tepat yaitu menggunakan single bud
planting. Hal ini disebabkan dalam pengadaan benih tebu melalui penangkaran
yang semakin rendah sehingga diperlukan percepatan teknologi penyediaan bibit
tebu secara tepat dengan mengurangi pembelian bibit tebu yang tidak terlalu
tinggi. Varietas unggul merupakan varietas yang menunjukkan adaptasi dan
produktivitas yang tinggi serta memiliki keunggulan-keunggulan tertentu khususnya
daya tumbuuh, ketahanan terhadap hama penyakit, serta dari hasil rendemen yang
dapat diproduksi. Penyediaan varietas unggul tanaman tebu biasanya terhambat
oleh faktor waktu dikarenakan bibit tebu yang membutuhkan lama untuk dapat
tumbuh jika menggunakan pembibitan biasa. Hal ini menyebabkan pengembangan
tanaman tebu melalui perluasan areal dengan menggunakan teknologi penyiapan
bibit yang cepat menjadi terhambat.
Teknologi pembibitan tanaman tebu menggunakan single bud merupakan suatu sistem pembibitan yang menggunakan satu
mata tunas masih belum dikenal secara luas oleh petani atau pembudidaya tebu.
Metode ini dapat dikatakan sebagai metode pembibitan baru khususnya di
Indonesia. Negara-negara maju dan berkembang lainnya sudah menerapkan metode single bud ini dan hasilnya produksi
tebu di negara-negara tersebut mengalami peningkatan. Sebelumnya, upaya
peningkatan produkstivitas tanaman tebu adalah dengan menanam bibit-bibit yang
diperoleh dari metode konvensional. Akan tetapi, bibit-bibit yang diperoleh
dari cara konvensional ternyata tidak mendukung kualitas dan kuantitas tanaman
tebu yang diinginkan. Sehingga, berdasarkan masalah tersbut maka teknik atau
metode pembibitan tanaman tebu melalui single bud perlu dilakukan guna untuk
mencapai produksi yang diinginkan.
Metode single bud dalam pembibitan tanaman tebu yang menggunakan satu
mata tunas untu ditanam kembali pada lahan budidaya ini, sangat penting untuk
diketahui dari cara memperlakukan bibit tersbut sehingga dapat tumbuh secara
optimal. Selain itu, metode ini juga memiliki kekurangan dan kelebihan sehingga
dalam penerapannya harus dilakukan sebaik mungkin agar bibit dari hadil single
bud ini dapat menjadi bibit yang menghasilkan rendemen dan produktivitas yang
tinggi. Pengetahuan mengenai proses atau langkah-langkah mulai dari klentek,
hingga penanaman bibit kelahan sangat penting untuk menunjang keberhasilan single bud.
1.2 Tujuan
1.
Agar mahasiswa dapat mengerti sistem pembibitan single bud.
2. Memahami cara perawatan
bibit tebu pada pembibitan single bud.
BAB 3. METODOLOGI
3.1.
Waktu
dan Tempat
Praktikum
Budidaya Tanaman Perkebunan dengan judul acara “Pembibitan Tebu Metode Single Bud
Planting” dilakukan
di Fakultas Pertanian Universitas Jember
pada hari Sabtu,
17 Oktober 2015 dimulai pada pukul 15.00 –
selesai.
3.2.
Alat
dan Bahan
3.1.1. Alat
1. Botol aqua
2. Sprayer
3. Gergaji
4. Timba
5. Polybag
3.1.2. Bahan
1. Bud tebu
2. Pasir
3. Tanah
4. Bahan organic
5. Fungisida
3.3.
Cara
Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memotong batang tanaman dalam bentuk budset satu mata,
dengan panjang budset ±5 cm dengan posisi mata terletak ditengah-tengah.
3. Merendam bud chips tersebut kedalam air panas (HWT)
4. Melakukan treatment dengan fungisida selama 5 menit
5. Membuat komposisi media dengan perlakuan tanah : pasir
: BO (1:1:1), (2:1:1), dan (1:1:2)
6. Menanam bud chips ke polybag
7. Menutup bud chips dengan tanah
8. Menyiram tanaman setiap 2 hari sekali pagi dan sore
9. Setiap minggu dilakukan pengamatan sesuai dengan
parameter yang diberikan selama 15 hari
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.2
Pembahasan
Bahas
Data
Berdasarkan data yang diperoleh, pembibitan tanaman
tebu menggunakan teknologi single bud dilakukan
dengan menggunakan beberapa perlakuan antara lain perlakuan media dan perlakuan
atau aplikasi HWT (Hot Water Treatment). Untuk perlakuan media yaitu
menggunakan media tanah, pasir dan bahan organik dengan perbandingan 2:1:1,
1:2:1, dan 1:1:2 untuk HWT maupun non HWT. Parameter yang diamati yaitu jumlah
daun, panjang akar, tanaman hidup, tanaman mati, serta serangan OPT. Pengamatan
yang dilakukan yaitu pada hari ke-22 dan hari ke-30. Dari data yang diperoleh
kelompok 1, untuk perlakuan HWT tidak ada yang berhasil tumbuh sedangkan untuk
perlakuan non HWT 1:1:2 dan 2:1:1 berhasil tumbuh dan muncul beberapa anakan.
Sedangkan untuk perlakuan 1:2:1tidak berhasil tumbuh atau muncul tunas baru.
Selain itu juga terdapat OPT yang menyerang pada 2 tanaman yang berhasil tumbuh
yang ditandai dengan gejala menguningnya daun pada bagian pucuk serta tepi
daun. Gejala ini diduga karena tanaman kekurangan unsur hara. Berbeda dengan
kelompok lain, masing-masing perlakuan memiliki daya tumbuh yang berbeda. untuk
kelompok 2 perlakuan HWT berhasil tumbuh untuk semua perlakuan, sedangkan
perlakuan non HWT tidak ada yang berhasil tumbuh. Sedangkan untuk kelompok 3
perlakuan HWT hanya berhasil tumbuh 2 tanaman, sedangkan untuk perlakuan non
HWT berhasil hidup untuk semua perlakuan. Kelompok 4 perlakuan HWT tidak ada
yang berhasil tumbuh, sedangkan non HWT berhasil tumbuh untuk semua perlakuan.
Dan untuk kelompok 5, perlakuan HWT tidak ada yang berhasil tumbuh dan
perlakuan non HWT perlakuan 2:1:1 dan 1:1:2 yang berhasil tumbuh. Keberhasilan
pembibitan single bud pada dasarnya dipengaruhi oleh media, perlakuan, serta
perawatan yang dilakukan. bibit yang diperlakukan dengan baik serta komposisi
yang digunakan tepat maka akan meningkatkan keberhasilan pembibitan dengan
menggunakan single bud ini.
Jelaskan
ciri-ciri bud yang digunakan untuk SBP. Dan apa perbedaan bibit bagal dan bibit
rayuan.
Ciri Ciri Bud
Perbedaan antara
bibit bagal dan rayungan yaitu bibit bagal berasal dari lonjoran batang tebu
bibit yang matanya belum berke-cambah, sesuai dengan pemotongannya dapat
terdiri dalam bentuk bagalsatu, dua dan tiga mata. Sedangkan rayungan
adalah bibit yang berasal dari pangkasan batang tebu yang matanya telah
tumbuh tunas, bentuk bibit dapat terdiri dari satu tunas dan dua tunas
rayungan dapat digunakan sebagai bahan tanam apabila tunas telahtumbuh antara 5
hingga 7 daun, umur bibit ± 45 har
Upaya
apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan viabilitas dari bibit tebu
(literature)
Menurut Putri dkk., (2013) salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil pembibitan dengan teknik bud
chip adalah media tanam. Komposisi media tanam yang digunakan pada teknik
ini terdiri dari tanah, kompos dan pasir.
Oleh sebab itu, pembuatan media yang tepat dan benar sangat penting untuk
diperhatikan untuk meningkatkan viabilitas dari bibid tebu yang ditanam.
Jelaskan
langkah-langkah pembibitan SBP.
Langkah-langkah dalam pembibitan SBP antara lain :
a.
Pembuatan Bedengan
Pembuatan
bedengan dibuat miring salah satu sisi panjangnya yang bertujuan untuk
memperlancar proses drainase pada bedengan jika dalam bedengan terjadi
kelebihan air.
Ukuran
bedengan :
-
Panjang : 7 meter
-
Lebar : 1 meter
-
Tinggi : 10 cm
-
Tebal Bantalan/Lalahan : 4 cm
-
Tebal Tanah Media : 5 cm
-
Tebal Tanah Media Penutup : 1 cm
b.
Kletek Bibit
-
Sumber bibit harus jelas (Bersertifikasi)
-
Asal bibit berasal dari koleksi KBP, KBN, KBI, dan KBD
-
Bibit yang dikletek harus langsung diseleksi untuk menjaga kemurniannya dan
disortasi, manakala terdapat bibit yang tercampur disendirikan.
c.
Bor Mata Bibit
-
Bibit yang sudah dikletek diambil mata tumbuhnya dengan cara dibor dengan
diameter ± 2-3 cm tergantung mata bor yang dipergunakan.
-
Bibit dipotong menjadi 3 bagian (Pucuk, Tengah, Bawah/Bongkot) dan dipisahkan
perbagian untuk mempermudah sortasi.
-
Dalam proses pengambilan/pengeboran mata bibit diusahakan posisi mata tetap
berada di tengah.
d.
HWT (Hot
Water Treatment)
-
Mata bibit yang telah di bor dikumpulkan dan dimasukan kedalam jaring (waring)
-
Direndam dan dibersihkan dengan menggunakan air dingin untuk menghilangkan
kotoran, sehingga tidak menghambat proses HWT.
-
Setelah dilakukan perendaman dengan menggunakan air panas, mata bibit direndam
dalam larutan Seed Treatment Insektisida (Cruiser 350 FS) selama ± 10 Menit.
-
Setelah melalui tahapan perendaman Seed Treatment Insektisida selanjutnya mata
bibit kembali direndam dalam larutan Zat Pengatur Tumbuh + Fungisida (Atonik)
selama ± 10 Menit.
e.
Sterilisasi Tanah/Media
-
Tanah/media tanam adalah campuran antara kompor dan tanah dengan perbandingan
50 : 50, dicampur lalu diayak agar didapatkan campuran kompos dan tanah yang
lembut
-
Tanah/media hasil ayakan dimasukan kedalam karung, yang selanjutnya akan
dikukus/dimasak seperti memasak nasi dalam dandang dengan suhu 100°C, selama ±
45 menit.
-
Sterilisasi tanah dilakukan guna menghambat/mematikan biji-biji/benih-benih
gulma dalam tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan mata bibit.
-
Untuk pemanasannya bisa menggunakan kompor gas atau menggunakan tungku dengan
bahan bakar kayu atau briket batu bara.
-
Untuk kontrol dan indikator suhu dipasang termometer 110°C pada drum/dandang.
f.
Penanaman/Tanam
-
Bedengan yang telah dibuat bantalan/lalahan dengan tebal ± 4 cm, lalu
ditutup/dibungkus dengan menggunakan mulsa platik TS hitam sebagai pembatas
bantalan/lalahan dengan tanah media di atasnya.
-
Setelah di tutup mulsa plastik, bdengan diisi dengan tanah yang sudah
dikukus/yang sudah disterilisasi dengan ketebalan ± 5 cm.
-
Setelah bedengan diisi media tanah yang sudah disterilisasi, mata bibit ditanam
dan diletakkan dengan jarak antar bibit 2 x 2 cm atau 3 x 3 cm, setelah itu
mata bibit ditutup dengan tanah yang sudah disterilkan dengan ketebalan ± 1 cm (merem melek).
Gambar 8. Bedengan yang telah ditanami
-
Perawatan yang dilakukan yaitu dengan cara menyiram mata bibit dalam bedengan 1
hari 2 kali (pagi dan sore) hari.
Gambar 9. Perawatan Bibit
-
(Tanaman umur ± 5-7 hari HST)
g. Transplanting ke Pot Tray
-
Transplanting mata bibit dari bedengan ke pot tray dilakukan setelah mata bibit
berumur ± 10-15 HST (Hari Setelah Tanam) atau tanaman mempunyai ± 2 helai daun.
-
Pengambilan mata bibit dilakukan satu per satu dengan menggunakan bambu yang
sudah kita design sedemikian rupa guna mempermudah pengambilan bibit dalam
bedengan.
-
Bibit yang sudah ditransplanting kedalam pot tray disiram dan selanjutnya
ditempatkan diatas mulsa plastik/rak agar perakaran tidak menembus tanah.
-
Pemeliharaan bibit dalam pot tray yaitu disiram 1 hari 2 kali (pagi dan sore
hari), serta dilakukan pemupukan yang dilarutkan dalam air dengan dosis 2
gram/m² pot tray setiap 4-5 hari sekali.
-
Setelah bibit berumur ± 2 – 2,5 bulan sudah bisa ditransplanting ke
lahan/kebun.
Gambar 10. Tanaman umur ± 10 – 15 HST
Gambar 11. Pemindahan Bibit umur ± 10 – 15
HST ke Pot Tray
Gambar 12. Bibit umur 2 – 2,5 bulan (siap
untuk ditransplanting)
Gambar 13. Bibit umur 3 – 5 bulan (sudah ditransplanting ke lahan/kebun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar