BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
sebagai negara agraris tentu saja memiliki keragaman hayati yang sangat beragam
yang dibuktikan dengan beranekaragam jenis tanaman yang dapat tumbuh di tanah
Indonesia. Tanaman-tanaman tersebut dapat digolongkan berdasarkan jenisnya
yaitu tanaman perkebunan, hortikultura, obat, dan tanaman pangan. Salah satu
jenis tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah tanaman
kedelai yang memiliki nama latin Glycine
max L. yang termasuk dalam tanaman semusim dan bisa tumbuh baik pada tanah
sawah atau lahan kering. Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan
yang sangat penting nomer tiga setelah padi dan jagung. Lain dari itu kedelai
juga merupakan tanaman palawija yang begitu kaya akan kandungan protein,
sehingga memiliki peran yang sangat penting dalam industri pangan dan pakan.
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang paling banyak disenangi
dan dikonsumsi oleh masyarakat. Budidaya kedelai sudah dilakukan sejak dahulu
berdasarkan latar belakang masyarakat indonesia yang mayoritas adalah sebagai
petani.
Berbagai
tipe kedelai yang sudah mulai dibudidayakan oleh petani di Indonesia antara
lain tipe mansyuria, tipe jepang, india, dan tipe cina. Tipe –tipe tersebut
dapat dibudidayakan pada lahan sawah dan lahan kering berdasarkan karakteristik
tanaman kedelai yang dapat ditanam pada lahan dengan ketinggian 0,5 hingga 500
meter, namun tinggi tempat yang paling optimal adalah diatas 500 Mdpl. Pengembangan
tanaman kedelai sendiri di lahan kering dapat dilakukan baik secara tumpang
sari (polikultur) atau secara tunggal (monokultur). Salah satu bentuk inovasi
dalam bercocok tanam yaitu penanaman kedelai dengan teknik tanpa olah tanah
atau sering dikenal dengan (zero tillage) dimana dalam melakukan
budidaya tanaman tidak perlu dilakukan pengolahan tanah seperti bercocok tanam
pada umumnya.
Usahatani
berbasis tanaman kedelai berdasarkan prakteknya di lapangan pada umumnya
dilakukan secara pergiliran tanaman. Kebiasaan petani dalam pengelolaan sumber
daya lahan untuk usahatani tanaman pangan di lahan kering atau pun pada lahan
sawah terskesan memaksa tanpa memperhatikan tingkat kesuburan tanahnya.
Pengolahan tanah dan pemupukan dilakukan secara intensif setiap musim tanam.
Namun sisa-sisa tanaman diangkut keluar lahan sehingga tidak ada bahan organik
yang dikembalikan kedalam tanah, akibatnya tingkat kesuburan tanah semakin
berkurang dan berdampak pada produktifitas tanah. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman
dalam bidang pertanian di lahan kering maupun lahan sawah sangat penting untuk
tetap menjaga tingkat kesuburan tanahnya.
Pengolahan
tanah menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam pengelolaan sumber
daya lahan dalam melakukan budidaya tanaman untuk menciptakan keadaan fisik
tanah yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkebangan benih dan akar tanaman
serta menekan pertumbuhan gulma. Kenyataan yang ada dilapangan bahwa setiap
akan menanam, maka petani selalu mengolah tanah secara intensif atau terus
menerus sehingga berpotensi dapat merusak struktur tanah. Hal itulah yang akan
menyebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah dilahan basah ataupun di lahan
kering. Sistem budidaya tanaman kedelai dimulai dengan pengolahan tanah, baik
tanpa olah tanah maupun pengolahan tanah intensif. Selanjutnya adalah
penanaman, pemupukan dimana pemupukan dapat dilakukan melalui daun atau
disebar. Nutrisi tanaman berupa unsur hara mikro dan makro sangat penting bagi
masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai untuk menunjang
produkstivitas tanaman. Nutrisi tanaman yang berasal dari pupuk tidak hanya
dapat diberikan lewat akar, namun dapat juga diaplikasikan melalui organ yang
lain yaitu daun. Pemupukan semacam ini dikenal dengan istilah pupuk daun. Pupuk
daun dianggap aplikasi pemupukan yang efektif apabila diaplikasikan pada lahan
kering dengan sistem tanpa olah tanah. Sehingga pemberian nutrisi dan
penyerapan nutrisi oleh tanaman dapat dioptimalkan sehingga tanaman tidak
kekurangan unsur hara.
1.2
Tujuan
1. Mahasiswa
dapat memahami dan mempelajari teknik budidaya tanaman kedelai.
2. Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menentukan komponen-komponen budidaya yang baik
bagi tanaman kedelai.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai ( Glycine max L) merupakan salah satu
tanama pangan penting ketiga setelah padi dan beras. Budidaya tanaman kedelai
dapat dilakukan di lahan kering maupun dilahan sawah. Menurut Adnan dkk, (2012)
menyebutkan bahwa di teknologi budidaya kedelai tanpa olah tanah sudah
dikembangkan di Sumatera Barat yang mengembangkan budidaya kedelai di lahan
sawah. Dalam rangka perencanaan dan pengembangan teknologi budidaya, hal yang
perlu diperhatikan adalah syarat tumbuh dari tanaman tesebut terutama tanah dan
iklim yang merupakan faktor iklim yang dapat memenuhi kualitas dan kuantitas
produksi. Pengolahan tanah menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumber daya
lahan. Teknik budidaya yang sesuai dan dapat dilakukan adalah teknologi tanpa
olah tanah (TOT) atau disebut juga zero tillage. Teknologi ini bertujuan untuk
menghemat tenaga kerja dan meminimalisir penggunaan air terutama pada lahan
tadah hujan. Berbagai hasil penleitian menunjukkan hasil produksi kedelai tanpa
olah tanah lebih tinggi daripada tanah yang diolah. Hal ini karena pada tanah
yang diolah air akan lebih cepat menguap sehingga ketersediaannya kurang bagi
tumbuhan dan sistem tanpa olah tanah menekan kehilangna air dan tanah.
Tanaman kedelai dapat
tumbuh baik pada tanah gembur, lembab, dan tidak tergenang air. Tanaman kedelai
memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan
kesesuaian jenis tanah untuk pertanian maka tanaman kedelai cocok ditanam pada
jenis tanah alluvial, andisol, grumosol, dan regosol, serta tanah latosol. Menurut
Oktaviani dkk, (2013) bercocok tanam kedelai di lahan kering dapat dilakukan
berdasarkan varietas tanaman. Strategi peningkatan produksi kedelai nasional
dapat ditempuh dengan peningkatan produktivitas atau dengan perluasan areal
tanam. Peningkatan produktivitas kedelai dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan tanaman secara intensifikasi pada lahan sawah atau pada lahan
kering. Tetapi pengelolaan tanaman di lahan kering umumnya terkendala oleh ketersediaan
air. Salah satu sumber utama air di lahan kering adalah hujan. Sebaran hujan
yang tidak selalu merata, baik menurut ruang ataupun waktu, menyebabkan kondisi
ketersediaan air tanah berbeda.
Tanaman kedelai dapat
dibudidayakan di lahan sawah dengan menggunakan tekhnologi yang memanfaatkan
kearifan lokal yang berwawasan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan
mengggunakan sarana produksi yang minimal. Teknik yang baru-baru ini
dikembangkan adalah budidaya tanaman kedelai tanpa melakukan pengolahan tanah
tidak seperti budidaya pada umumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno
pada tahun 1993 di Bogor dan Jawa Timur telah menunjukkan pola tanam kedelai
pada tanah jenuh air dengan rata-rata empat musim telah diketahui hasilnya 1,4
– 2,2 ton per hektar. Cara bercocok tanam yang diterapkan adalah dengan lebar
bedengan 1 meter dengan hasil biji 2,62 ton per hektar dan pengolahan tanah
tidak dilakukan atau tanpa lah tanah zero tillage (Sumarno, 2011).
Beberapa sistem
budidaya yang dapat dilakukan oleh petani untuk menekan pertumbuhan gulma
adalah dengan olah tanah yang telah menjadi praktek budidaya tanaman. Beberapa
macam cara pengolahan tanah adalah tanpa olah tanah, olah tanah minimum, dan
olah tanah maksimum. Sistem tanpa olah tanah adalah cara bercocok tanam tanpa
dilakukan pengolahan tanah kecuali untuk membenamkan benih. Namun dalam
prakteknya sistem tanam tanpa olah tanah memerlukan suatu kombinasi yang
kompaktibel misalnya penggunaan herbisida dan mulsa, agar saling mendukung. Hal
ini sependapat dengan Adee et al,
(2015) bahwa untuk mendukung produksi pada sistem olah tanah perlu dilakukan
pemberian mulsa atau penambahan bahan-bahan organik yang dapat membantu
memperbaiki kondisi tanah.
Bahan organik merupakan
pupuk alami yang paling banyak diaplikasikan dalam praktek sistem tanam tanpa
olah tanah, disamping harganya murah tetapi juga ramah lingkungan. Dalam
hubungannya dengan produksi tanaman sistem tanpa olah tanah cukup berhasil
dalam budidaya tanaman kedelai dan tanaman pangan lain seperti jagung dan padi.
Bahan organik berupa kompos jerami merupakan bahan penyuplai berbagai unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman dalam budidaya tanaman dengan tanpa olah
tanah. Menurut Mannion dan Morse (2012) menyatakan bahwa pemberian kompos dapat
memperbaiki struktur tanah sehingga pertumbuhan akar baik dan ditambah dengan ketersediaan
nitrogen yang tinggi maka akar akan menyerap unsur nitrogen dengan baik. sebagai
hasil dari proses dekomposisi berupa senyawa sederhana yang cepat dimanfaatkan
oleh mikroorganisme tanah dan juga tersedia sebagai hara bagi tanaman
diantaranya nitrogen sehingga ketersediaan-N tanah meningkat. Hal ini harus
diaplikasikan pada sitem tanam tanpa olah tanah untuk mendukung produktifitas
tanah.
Varietas
kedelai secara genetik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk bertahan
pada cekaman kondisi kekeringan. Disisi lain cekaman kekeringan yang terjadi
berbeda tingkat, lama dan stadia tumbuh pada setiap musim tanam. Tanaman
kedelai dapat tumbuh baik pada tanah gembur, lembab, dan tidak tergenang air.
Tanaman kedelai memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap berbagai
jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian maka tanaman
kedelai cocok ditanam pada jenis tanah alluvial, andisol, grumosol, dan regosol,
serta tanah latosol. Maka dari itu perakitan varietas unggul baru ditujukan
untuk mengantisipasi berbagai kondisi saat cekaman kekeringan yang terjadi. Di lapang
produksi cekaman kekeringan selama periode pengisian polong menurunkan hasil
55% (Syahri, 2014) sedangkan pada kondisi percobaan pot penurunan hasil per
tanaman lebih sedikit yaitu hanya mencapai 22-34%.
Penanaman kedelai pada
lahan sawah dengan sistem tanpa olah tanah sangat baik dilakukan pada lahan
bekas padi dengan cara menambah jerami diatas permukaan tanah untuk mengurangi
penguapan. Aplikasi sistem budidaya tanpa olah tanah harus didukung oleh
manajemen dari petani (sumber daya manusia) untuk tetap menjaga produktivitas
hasil panen. Pengolahan tanah bertujuan untuk menciptakan daerah perakaran yang
baik untuk pertumbuhan tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa pola
pegolahan tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil produksi
tanaman (Dogbe et al, 2013).
Rotasi
tanaman dengan teknik padi-padi-kedelai merupakan pola tanam ideal pada lahan
sawah, ditinjau dari beberapa aspek terkait agronomis, ekologis, ekonomis,
konservasi kesuburan tanah, pengendalian hama penyakit, dan sistem
keberlanjutan produksi tanaman. Teknik penanaman kedelai yang dapat dilakukan
adalah dengan cara benih kedelai ditugal, jerami padi digunakan sebagai mulsa
dengan tujuan untuk mmeperoleh populasi tanaman kedelai yang optimal dan jarak
tanam yang lebih teratur. Teknik penanaman intensif tanah jenuh air merupakan salah satu teknik
penanaman pertama kali yang dilakukan di Australia oleh Lawn pada tahun 1984
yang dilaporkan bahwa teknik tersebut mampu meningkatkan hasil produksi secara
konsisten sebesar 3 ton per hektar. Sedangkan menurut Sumarno (2011) bahwa
budidaya kedelai dengan pendekatan PTT (pengelolaan tanaman terpadu) pada lahan
sawah menggunakan ketepatan teknologi sesuai dengan kondisi agroekologi dan
sosial-ekonomi petani setempat, sehingga kinerja teknologi akan lebih efisien,
efektif, dan optimal. Menurut Shelbi et
al, (2013) Teknik budidaya kedelai sayur atau edamame dilakukan secara
teknik super intensif hampir sama dengan budidaya tembakau cerutu.
Lokasi penanaman
tanaman kedelai dapat dilakukan di tanah sawah bekas tanaman padi atau pada
tanah tegalan (lahan kering) dengan sistem olah atau tanpa olah tanah. Pola
persiapan lahan pada saat pratanam kedelai dapat dilakukan dengan dua sistem
yaitu sistem tanpa olah tanah/zero
tillage dan pengolahan tanah intensif. Sistem tanam tanpa olah tanah sangat
sederhana dalam pelaksanaannya dan memanfaatkan penggunaan sumberdaya air
seefisien mungkin terutama pada lahan-lahan kering. Menurut Rukmana dan
Yuniarsih, (1998) menyebutkan bahwa berdasar pada penelitian di Puslitbang
(pusat penelitian dan pengembangan) tanaman pangan menunjukkan bahwa penyiapan
lahan tanpa olah tanah memberikan hasil panen kedelai yang tidak berbeda nyata
dibanding dengan tanah yang diolah.
Tanaman kedelai
menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah tetapi air tanah masih
tersedia. Apabila dilihat dari syarat tumbuhnya tanaman kedelai dapt tumbuh
dengan baik pada tanah bertekstur gembur, lembab tidak tergenang air, dan pada
pH 6 – 6,8. Pengolahan tanah menjadi hal yang perlu diperhatikan karena
tujuannya untuk memberikan kondisi yang terbaik bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kedelai. Namun, dalam kondisi tertentu pengolahan tanah
malah dapat merugikan karena dapat menyebabkan tekstur tanah rusak dan
mempercepat penguapan air tanah. Pada tanah jenis latosol dan andosol yang
bertekstur gembur, maka diolah dengan sistem tanpa olah tanah atau TOT (Purwono
dan Purnawati. 2007).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Budidaya
Tanaman Pangan“ Budidaya tanaman kedelai” dilaksanakan pada hari Sabtu
Tanggal 17 Oktober 2015 muai pukul 10.00
– 12.00 WIB. Kegiatan praktikum dilaksanakan di Desa jenggawah, Kabupaten
Jember.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Tanaman
kedelai
2. Quisioner
3.2.2 Alat
1. Kamera
2. Alat
tulis
2.3
Cara
Kerja
1. Menentukan
lokasi areal pertanaman kedelai yang akan dijadikan sebagai observasi lapang
budidaya kedelai.
2. Mengajukan
beberapa pertanyaan yang terdapat di kuisioner.
3. Mendokumentasikan
hasil observasi berupa foto.
4. Membuat
laporan tertulis sesuai hasil observasi lapang.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil kegiatan lapang
budidaya tanaman kedelai di Desa Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh hasil
sebagai berikut.
Tabel 4.1.1: Kegiatan budidaya
tanaman kedelai
A.
Profil
petani
No
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Nama petani
|
Bapak Misari
|
2.
|
![]() |
Lokasi praktikum berada di Desa
Jenggawah Kabupaten Jember
|
3.
|
![]() |
Lokasi kedelai milik Bapak Misari
|
4.
|
Jenis kedelai yang di tanam
|
Edamame lokal
|
5.
|
Luas lahan yang ditanam
|
5 hektar
|
B. Persiapan
benih kedelai
No
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Syarat benih bermutu
|
Terbebas dari kotoran, tidak
kusut
|
2.
|
Penyiapan benih sebelum ditanam
|
-
|
3.
|
Varietas tanaman yang ditanam
|
Edamame lokal
|
4.
|
Asal usul bahan tanam
|
Beli, (benih bersertifikat)
|
C.
Pengolahan
lahan
No
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Mulai penggunaan lahan
|
Tahun 2012
|
2.
|
Penggunaan sebelum atau sesudah
tanaman kedelai
|
Untuk tanaman padi, jagung
|
3.
|
Teknik pengolahan tanah
|
Pengolahan dengan mesin, intensif
|
4.
|
Teknik pembajakan
|
Pembajakan secara intensif
|
5.
|
Alat pembajakan
|
traktor
|
D.
Teknik
penanaman
No
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Pola tanam
|
Tumpang sari dengan tanaman pengusir
hama.
|
2.
|
Sistem budidaya
|
PTT yaitu sistem pertanian terpadu
|
3.
|
Jarak tanam yang digunakan
|
20 x 20 x 10 cm
|
4.
|
Waktu penanaman kedelai
|
Akhir musim hujan
|
5.
|
Jumlah benih per lubang tanam
|
2 – 3 benih
|
6.
|
Teknik penanaman
|
Ditugal
|
7.
|
Alat yang digunakan
|
Bambu
|
E.
Pelaksanaan
pemeliharaan tanaman
No
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Umur penyulaman benih
|
1 minggu setelah tanam
|
2.
|
Umur pelaksanaan penyiangan
|
2 minggu setelah tanam
|
3.
|
Teknik penyiangan kedelai
|
Pencabutan
|
4.
|
Alat yang digunakan
|
Sabit, cangkul
|
5.
|
Teknik pengairan tanaman
|
Pengairan buka tutup
|
6.
|
Asal sumber air
|
Pompa air, air dalam tanah
|
7.
|
Jenis pupuk
|
Urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, 150
kg/ha, ZA 300 kg/ha, puuk daun 4,1 liter/ha.
|
8.
|
Periode pemupukan
|
Urea H-3 100 kg/ha, TSP H-3 100 kg/ha,
KCL H-10 50 kg/ha.
|
9.
|
Waktu pemupukan
|
Pagi hari
|
10.
|
Teknik pengendalian OPT
|
Secara kimiawi
|
F.
Panen
No
|
Uraian
|
Keterangan
|
1.
|
Waktu panen
|
Ø 70
hari
|
2.
|
Kondisi tanaman sebelum dipanen
|
Daun, batang, dan polong berwarna
hijau tua
|
3.
|
Ciri-ciri tanaman siap panen
|
Daun sudah banyak yang kering, polong
bernas, dan polong sudah berwarna hijau tua
|
4.
|
Teknik pemanenan
|
Secara tradisional
|
5.
|
Hasil produksi tanaman kedelai
|
1,5 ton / ha
|
G.
Kelembagaan
petani yang diikuti.
No
|
Uraian
|
Peran
|
1.
|
Kelompok tani duah tujuh
|
Memberi saran, diskusi mengenai
budidaya kedelai
|
4.2 Pembahasan
Benih merupakan hasil
perkembangbiakan tanaman secara generatif yang digunakan untuk perbanyakan
tanaman pada periode selanjutnya. Benih yang bermutu merupakan bahan tanam yang
diharapkan oleh para petani, dimana benih bermutu memiliki ciri-ciri bebas dari
hama dan penyakit, bernas, memiliki daya kecambh tinggi, berukuran normal.
Menurut Badan
Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber daya manusia Pertanian Pusat Pelatihan Pertanian, 2015 bahwa peniapan
benih senelum ditanam adalah sebagai berikut, 1) Memilih varietas spesifik
lokasi dengan cara melihat deskripsi varietas kedelai unggul, memilih varietas
unggul sesuai dengan kondisi lahan yang akan ditanami kedelai dan kesukaan
konsumen yang dituju, 2) melakukan seleksi benih, seleksi benih dilakukan
dengan cara melihat persyaratan benih bermutu sebagai berikut ,murni dan
diketahui nama varietasnya, berdaya kecambah tinggi, >80%, vigor baik,
pertumbuhan benih serentak, cepat dan sehat. Benih sehat, bernas, tidak keriput
atau luka bekas gigitan serangga (hama), bebas penyakit, bersih tanpa campuran
benih lain, benih masih baru (< 6 bulan) dengan kadar air 12 % - 13 %. 3)
Melaksanakan perlakuan benih.
1. Inokulasi Rhizobium a) Untuk
lahan yang sama sekali belum dilakukan penanaman kedelai Legin 30 gram/10 kg
benih, Benih dan ino kulum atau tanah bekas pertanaman kedelai 13 gr Rhizogin
37,5 gram/10 kg benih atau menggunakan Rhizoplus 20 gr/kg benih. b) membasahi
benih dengan air bersih sebelum Inokulan dicampur dengan benih Pencampuran
benih dilakukan secara bertahap agar benih yang telah diinokulasi segera habis
tertanam c) Benih dikering anginkan dan hindari sinar matahari langsung d)
Benih harus tertanam jangan melebih dari 6 jam. 2) Inokulasi dengan Tanah bekas
penanaman kedelai, a) Untuk lahan yang sama sekali belum dilakukan penanaman
kedelai 1 – 3 kg tanah/10 kg benih kedelai. b) Basahi benih dengan air bersih
sebelum Inokulan dicampur dengan benih dan c) Pencampuran benih dilakukan
secara bertahap agar benih yang telah diinokulasi segera habis tertanam.
Pupuk
merupakan faktor penting yang mendukung pertumbuhan hasil tanaman kedelai yang
menjadi permasalahan saat ini. Kemudian kendala produksi yang sangat menonjol
adalah curah hujan yang tidak merata pada awal pertumbuhan dan terlalu banyak
air pada saat panen. Untuk memperbaiki kondisi fisik dan kimiawi tanah perlu
dilakukan pengapuran, pemberiaan bahan organik dan pupuk anorganik terutama
yang mengandung N, P, K, dan unsur-unsur mikro. Disamping itu pemberiaan
rhizobium sangat diperlukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah rhizobium
dalam tanah. Sebagai tanaman leguminosa, tanaman kedelai bersimbiose dengan rhizobium
untuk menambat N2 dari udara. Upaya meningkatkan hasil tanaman kedelai dapat
dilakukan melalui pemanfaatan teknologi budidaya yang antara lain dengan
beberapa pemberian perlakuan pupuk hayati seperti bakteri penambat unsur N
(nitrogen) yang berpotensial untuk meningkatkan kesuburan tanah dan bakteri
Endofitik. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk
hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Menurut Misran (2013), menerangkan
bahwa rhizobium yang tumbuh dalam bintil akar leguminose mengambil nitrogen
langsung dari udara dengan aktifitas bersama sel tanaman dan bakteri, nitrogen
itu disusun manjadi senyawa seperti asam amino dan polipeptida yang ditemukan
dalam tumbuh-tumbuhan, bakteri dan tanah sekitarnya. Mikroba endofit umumnya
dapat menghasilkan senyawa sejenis yang terkandung pada tanaman inang dengan
bantuan aktifitas suatu enzim. Beberapa senyawa endofit yang bersimbiose dengan
tanaman inangnya juga ada yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Senyawa
antibiotik ini aktif terhadap mikroba-mikroba patogen manusia dan tanaman.
Budidaya
tanaman kedelai merupakan suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional
untuk memenuhi ketersediaan bahan baku makanan. Sitem budidaya yang dilakukan
untuk mendukung produktivitas tanaman, maka sistem budidaya harus dilakukan
dengan baik. Sistem budidaya yang baik untuk tanaman kedelai yang umum
dilakukan sesuai karakteristiknya adalah sebagai berikut.
1. Penyiapan
bahan tanam/benih.
Benih disiapkan dengan
cara melakukan seleksi benih dengan menentukan kadar airnya, mutu benihnya, dan
daya berkecambahnya serta daya produktivitasnya. Benih dapat disiapkan dengan
cara direndam untuk memecah masa dormansi benih. benih yang adakan dijadikan
bahan tanam harus memnuhi syarat yaitu bersih, bernas, daya kecambah tinggi dan
aman dari gangguan organisme pngganggu tanaman.
2. Pengolahan
tanah
Pengolahan tanah dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu pengolahan tanah tanpa olah tanah (TOT) di bekas lahan
pertanaman padi, dan pengolahan tanah intensif. Persiapan tanam pada lahan
tegalan maupun lahan sawah dilakukan dengan menggunakan cangkul. Tanah yang
sudah diolah dibarkan selam 5-7 hari. Pencangkulan kedua dilakukan untuk meratakan,
pengolahan tanah,menggemburkan, dan membersihkan tanah dari gulma. Tanah dengan
kemasaan kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran untuk menghasilkan hasil
tanam yang baik. pengapuran dapat dilakukan sebulan sebelum musim tanam, dengan
dosis 2-3 ton /ha.
3. Penanaman
Setelah tahap
penyediaan benih dan pengolahan tanah dilakukan baru benih atau bibit kedelai
ditanam pada lahan yang sudah diolah. Teknik penanaman dapat dilakukan secara
tradisional mengguanakan tenaga manusia atau menggunakan tenaga mesin.
Penanaman kedelai paling baik pada akhir musim hujan dan jumlah bibit yang
dimasukkan dalam lubang tanam antara 2-3 biji per lubang tanam dengan jarak
tanam yang digunakan adalah 30 x 20 x 20 cm.
4. Pemupukan
Pemupukan merupakan
penambahan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman unup
pertumbuhannya. Pemupukan yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah
meggunakan pupuk kimia seperti Urea, Phonska, KCL, TSP dan lain sebgainya.
Dosis pemupukan yang digunakan bergantung pada jenis lahan dan kondisi tanah.
Kondisi tanah yang subur dilakukan pemupukan dengan Urea = 50 kg/ha, TSP = 75
kg/ha, dan KCL 100 kg/ha. Pemupukan yang paling efektif adalah dilakukan pada
sore hari. Teknik pemupukan antara lain disebar, ditugal dan disemprot pada
daun.
5. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan
meliputi berbagai kegiatan seperti penyiangan gulma, yaitu dilakukan apabila
ada gangguan gulma penyiangan dapat dilakukan pada tanaman berumur 1 minggu
sebelum panen. Penyulaman merupkan kegiaatan perawatan tanaman untuk mengganti
tanamn-tanaman yang mati akibat hama dan penyakit atau faktor lain. Pengairan
salah satu pemeliharaaan yang diaplikasikan pada tanama kedelai, karena tanaman
kedelai menghendaki tanaman yang lembab. Selain itu pemeliharaan kedelai dapat
dilakukan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit
tanaman pada umumnya dikendalikan dengan pestisida kimiawi.
6. Panen
dan pasca panen
Panen kedelai dilakukan
apabila sebagian besar daun seudah menguning, namun bukan karena defisiensi
unsur hara atau sakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi
kuning kecoklatan. Umur tanaman kedelai yang siap dipanen adalah 75 – 110 hari
namun tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Pemanena untuk kedelai
yang akan dikonsumsi adalah sekitar usia 75 – 110 hari, sedangkan kedelai untuk
benih adalah berumur 100-110 hari.
Secara umum permasalahan
mendasar yang dihadapi sektor pertanian adalah meningkatnya kerusakan
lingkungan dan perubahan iklim global, terbatasnya ketersediaan infra struktur,
sarana prasarana, lahan dan air; sedikitnya status dan sempitnya kepemilikan
lahan; lemahnya system perbenihan; keterbatasan akses petani terhadap
permodalan, lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh, masih
rawannya ketahanan pangan dan energi; belum berjalannya diversifikasi pangan;
rendahnya nilai tukar petani dan belum padunya antarsektor dalam menunjang
pembangunan (Kementerian Pertanian, 2010). Permasalahan-permasalahan tersebut
juga berpengaruh terhadap upaya peningkatan produksi kedelai nasional.
Selain itu kurangnya
benih kedelai bermutu merupakan masalah yang sulit dipecahkan dalam upaya
meningkatkan produksi kedelai nasional. Benih yang digunakan oleh petani pada
umumnya merupakan benih yang berkualitas rendah sehingga berpengaruh terhadap
hasil produksi kedelai, sehingga produksi kedelai yang dihasilkan tidak mempu
mencukupi kebutuahan nasional. Serangan hama dan penyakit pada tanaman menjadi
masalah kedua, dimana OPT pada kedelai lebih banayak dibanding palawija lain
pada umumnya merupakan sahabat petani dalam budidaya kedelai. ledakan hama
sekunder merupakan ledakan hama yang mengalami resistensi terhadap pestisida
kimia, sehingga menyebabkan hama tidak dapat dikendalikan. Hal tersebut terjadi
karena pengguanaan bahan kimia sisntetik (pestisida) dalam budidaya tanaman
kedelai sangat tinggi.
Selain
dihadapkan pada permasalahan yang telah disebutkan diatas, upaya peningkatan
produksi kedelai untuk memenuhi produk pangan nasionalterkait dengna beberapa
faktor pembatas lain, dimana terdapat permasalahan ketersediaan lahan yang
selama ini telah dikonversi menjadi lahan non pertanian, serta kondisi iklim
yang tidak menentu. Penyediaan lahan-lahan produksi kedelai menjadi
permasalahan karena adanya kompetisi dengna komoditas pangan lain seperti padi,
dan jagung yang membutuhkan lahan luas. Sedangkan bila dihubungkan dengan
iklim, dimana kondisi iklim sulit diprediksi. Target swasembada kedelai oleh
pemerintah terhalang perubahan iklim, dimana kekeringan (bulan kering) akan
semakin lama akibat dari pengaruh pemanasan global yang terjadi saat ini.
Contohnya pada tahun 2015 Indonesia mengalami musim kemarau panjang dimana suhu
sangat tinggi dan menyebabkan lahan-lahan pertanian mengalami kekeringan
sehingga petani gagal panen. Menurut laporan Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) bahwa setiap
kenaikan suhu 2 0C akan menurunkan produksi pertanian sekitar 30 %
(Budi dan Aminah, 2010).
Selain
faktor pembatas seperti yang dijelaskan diatas, kendala dalam pemenuhan
produksi kedelai sebagai bahan pangan nasional disebabkan karena laju konsumsi
masyarakat yang berbanding terbalik dengan laju produksi kedelai, artinya bahwa
laju konsumsi kedelai lebih tinggi daripada laju produksi. Menurut pendapat Syafaat
dalam Budi dan Aminah, (2010) bahwa konsumsi kedelai oleh masyarakat mengalami
peningkatan dengan laju 2, 36 % per tahun, jauh lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan penduduk yang besarnya hanya 1,3 % saja. Laju konsumsi kedelai
yang tinggi juga dipengaruhi oleh peningkatan penduduk yang terus menigkat,
sehingga secara otomatis menigkatkan volume konsumsi kedelai per kapita meningkat,
dimana kedelai digunakan sebagai bahan baku industri makanan sebagai bahan
pembuatan tahu, tempe, kecap dan lain-lain. Sehingga pemenuhan produk kedelai
di Indonesia tidak akan pernah tercukupi selama masalah diatas tidak mampu
diatasi, itulah salah satu alasan mengapa pemerintah harus import kedelai dari
Amerika.
Di samping permasalahan di atas,
peningkatan produksi kedelai dihadapkan pada kendala dan permasalahan sebagai
berikut:
1. Masih
rendahnya tingkat produktivitas dan keuntungan usahatani kedelai dibanding
komoditas lain seperti padi dan jagung, sehingga petani kurang berminat menanam
kedelai dan berpindah ke usahatani tanaman lain yang lebih menguntungkan.
Sebagai akibatnya luas areal pangan kedelai makin menurun tajam dan produksi
kedelai nasional makin menurun.
2. Belum
berkembangnya industri perbenihan kedelai.
3. Rentan
terhadap serangan hama dan penyakit sehingga stabilitas hasih rendah.
4. Persaingan
penggunaan lahan dengan komoditas lain.
5. Swasta
kurang berminat mengembangkan kedelai karena resiko kegagalan yang tinggi dan
kurang menguntungkan.
6. Petani
belum mengusahakan kedelai secara intensif dengan cara-cara budidaya yang maju.
7. Tata
niaga kedelai belum kondusif, impor kedelai lebih mudah dan lebih murah,
sehingga petani yang rata-rata petani kecil kurang dapat bersaing.
Atas dasar permasalahan
usahatani kedelai yang umum terjadi pada petani kedelai di Indonesia maka
diperlukan upaya terobosan yang sungguh-sungguh untuk mencapai swasembada
kedelai. Tantangan yang dihadapi untuk mencapai swasembada kedelai adalah:
1. Penambahan
luas areal panen kedelai paling tidak 1,5 hingga 2 juta hektar hingga tahun
2014. Tanpa penambahan luas areal tersebut, akan sulit mencapai peningkatan
produksi menuju swasembada kedelai.
2. Penerapan
teknologi yang telah tersedia untuk mengurangi senjang hasil, mengingat hasil
penelitian dapat mencapai 2-3 ton/ha, sementara rata-rata hasil kedelai
nasional baru 1,3 ton/ha.
3. Mendorong
dan membangun industri perbenihan kedelai yang maju dan berdaya saing.
4. Kebijakan
yang kondusif untuk pengembangan usahatani kedelai, diantaranya tentang
kebijakan impor, kebijakan harga/subsidi harga, insentif dan kemudahan bagi
swasta untuk mengembangkan kedelai, dan sebagainya.
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
yang telah dituangkan pada bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengadaan
benih kedelai sebelum ditanam dilahan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu
pemilihan benih spesifik lokasi, sortasi benih, dan penanaman di lahan.
2. Bintil
akar (Rhizobium) pada tanaman kedelai
berfungsi sebagai penambat unsur nitrogen dari udara.
3. Teknik
budidaya tanaman kedelai yang baik meliputi penyiapan bahan tanam à
pengolahan tanah à
penanaman à
pemupukan à
pemeliharaan à
panen dan pasca paenn.
4. Indonesia
tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku pangan produk kedelai akibat
penyediaan benih bermutu yang masih minim, perubahan iklim yang ekstrim, laju
konsumsi lebih besar dibanding laju produksi, meningkatnya serangan hama dan
penyakit tanaman, semakin sempitnya luasan penen tanaman kedelai akibat
konversi lahan yang semakin marak terjadi. Sehingga Indonesia harus melakukan
import kedelai.
5.2
Saran
Kegiatan praktikum yang
dilakukan sudah berjalan dengan baik sesuai harapan, namun alangkah baiknya
apabila dalam praktikum budidaya kedelai di lapangan praktikan dibekali dengan
materi yang lebih mendalam mengenai budidaya kedelai, karena kegiatan praktikum
dilakukan sebelum mendapat materi tentang budidaya kedelai, sehingga tidak
cukup hanya melalui buku penuntun praktikum saja.
DAFTAR PUSTAKA
Adee,
E.,A. 2015. Tillage Study For Corn And Soybean Comparing Vertical, Deep, And No
Till. K state, 1(2): 1-5.
Adnan,
Hasanuddin, Manfarizah. 2012. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Glifosat Dan
Paraquat Pada Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) Serta Pengaruhnya Terhadap Sifat
Kimia Tanah Karakteristik Gulma Dan Hasil Kedelai. Agrista, 16(3): 135-145.
Budi,
G.,S. M, Aminah. 2010. Swasembada Kedelai, Antara Harapan dan Kenyataan. Agro ekonomi, 28(1): 55-68.
Dogbe,
W.,P, M. Etwire, E. Martey, J.C, Etwire. Inusah, Baba, I. Y, A, Siee. 2013. Economics
of Soybean Production: Evidence from Saboba and Chereponi Districts of Northern
Region of Ghana. Agricultural science,
5(12): 38-46.
Mannion,
A.M and S, Morse. 2012. Gm Crops 1996-2012: A Review Of Agronomic, Environmental
And Socio-Economic Impacts. Surrey,
4(13): 1-40.
Misran.
2013. Studi Penggunaan Pupuk Hayati Pada Tanaman Kedelai. Pertanian terapan, 13(3): 206-210.
Oktaviani,
S, Triyono, N, Haryono. 2013. Analisis Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine
Max [L] Merr.) Pada Lahan Kering. Teknik
pertanian, 2(1): 7-16.
Purwono,
dan H. Purnawati. 2007. Budidaya 8 Jenis
Tanaman Pangan Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rukmana,
R.,Yuniarsih. Y. 1998. Kedelai Budidaya
dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Shelby.
H., Riskin, S. Porder, E. Meagen, Schipanski, E.M, Bennet, C. Neill. 2013. Regional
Differences in Phosphorus Budgets in Intensive Soybean Agriculture. Bioscience, 63(1): 49-54.
Sumarno.
2011. Perkembangan Tekhnologi Budi Daya Kedelai Di Lahan Sawah. Iptek tanaman pangan, 6(2) 139-151.
Syahri.
2014. Optimalisasi Lahan Sub Optimal Untuk Pengembangan Kedelai Di Sumatera
Selatan Melalui Penerapan Inovasi Tekhnologi. Issn, 1(1): 644-654.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar